[Review Buku] Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan karya Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda

Buah kehidupan tidak bisa didapatkan dalam waktu singkat. Tiap-tiap orang memiliki hal yang seharusnya dihargai dalam setiap momen hidupnya. (halaman 138)

Judul                    : Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan
Penulis                 : Tsuneko Nakamura, Hiromi Okuda
Alih Bahasa         : Faizal
Penerbit               : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman  : 154 hlm
ISBN                       : 978-602-06-4686-2

Sinopsis:

Terlalu banyak tuntutan untuk “melakukan ini” dan “melakukan itu” sering kali membuat kita kewalahan. Beberapa tuntutan membutuhkan kesabaran sampai batas tertentu dan membuat kita dibebani pikiran yang berlebihan. Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika menghadapi situasi seperti itu?

Dalam buku laris dari Jepang yang telah diterbitkan di beberapa negara ini, Dokter Tsuneko Nakamura—seorang psikiater yang berkarier selama hampir 70 tahun—berpendapat bahwa solusinya ada pada bagaimana kita mengompromikan perasaan dengan kenyataan.

Cara hidupnya yang memiliki kebiasaan melakukan hal baik mulai sejak dari pikiran—dan membuat kita dapat menerima diri apa adanya—sangat bermanfaat bagi kesehatan  fisik dan psikis untuk meraih kehidupan yang berkualitas. Berikut beberapa di antara pendapatnya:

  • Tugas kita di malam hari adalah tidur nyenyak.
  • Terima hal-hal kecil, dan kebaikan kecil akan menyebar.
  • Akan lebih bahagia jika kita tidak berpikir terus bahagia.
  • Menyerah bisa juga berarti memperjelas jalan hidup kita.
  • Pilih yang mana harus dipikirkan saat ini dan mana yang tidak.
  • Saat fisik dan hati sedang lelah, jangan melakukan sesuatu yang menambah beban.
  • Jalin hubungan yang memungkinkan kita nyaman memperlihatkan kelemahan kita.
  • Memahami sifat diri—apa yang disukai dan tidak disukai—lebih penting daripada membangun rasa percaya diri.

Buku ini ditulis oleh Tsuneko Nakamura, seorang psikiater berusia 89 tahun, bersama dengan Hiromi Okuda dan berprofesi sebagai psikiater sekaligus dokter perusahaan, sebelumnya merupakan dokter spesialis penyakit dalam dan pertemuannya dengan Dokter Tsuneko Nakamura di tahun 2020 membuatnya beralih menjadi psikiater. Pada bulan Juni 1945, ketika perang mendekati akhir, di usia enam belas tahun, beliau meninggalkan Kota Onominchi di Hiroshima, untuk pergi ke Osaka demi menjadi seorang dokter.

Bagi saya, sejak pertama kali melihat judul bukunya saja langsung penasaran karena ditulis oleh psikiater, sehingga tertarik ingin memasukannya dalam daftar buku koleksi saya. Dan ketika membacanya sejak lembar pertama, saya sangat surprise mengetahui salah satu penulisnya yang meskipun usianya sudah senja, tetapi masih terus semangat bekerja. Sebuah pekerjaan yang selalu membuat saya tertarik ketika pertama kali membacanya: psikiater. Entahlah, saya selalu takjub—meskipun belum pernah sekali pun bertemu dengan seorang psikiater dalam dunia nyata, tetapi profesi ini di mata saya sangat mengagumkan, bagaimana tidak? Sebuah profesi yang berurusan dengan berbagai masalah kehidupan orang-orang yang berkonsultasi pada psikiater. Namun, di sisi lain seseorang yang memiliki profesi sebagai psikiater juga memiliki bumbu kehidupan pribadinya masing-masing, tetapi bagaimana mereka bisa berkompromi dengan kehidupannya, dan disitulah menurut saya sisi menariknya, karena walau bagaimana pun berkompromi dengan kehidupan bukanlah hal yang mudah.

Baca juga: review buku The Things You Can See Only When You Slow Down

Buku yang merupakan kisah Dokter Tsuneko, orang dengan satu-satunya kelebihan berupa masa kerja yang panjang. Harapan beliau satu atau dua keseriusan yang Anda rasakan sehari-hari bisa berkurang dan semoga Anda bisa melewatinya dengan lebih baik.

Yang menarik dari buku ini:

  • Ini merupakan buku kategori self-improvement. Dikemas dengan bahasa yang sederhana. Penulisnya menceritakan hal-hal yang telah terjadi di dalam hidupnya, dan bagaimana cara beliau mengatasinya. Di setiap bab dengan bahasan bab berikutnya, disisipkan kisah hidup Dokter Tsuneko.
  • Tidak terkesan menggurui, meskipun penulisnya memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi dalam menjalani profesinya sebagai psikiater. Buku based on true story ini sangat inspiratif serta bergizi dan disajikan dengan menarik, karena sosok dalam buku ini adalah pribadi yang bersahaja serta memikat. Para pasien saya pun datang untuk berkonsultasi karena merasa kesulitan untuk mencari keseimbangan bahkan dalam kehidupan mereka sendiri. Berkompromi bukanlah persoalan mudah, dan mungkin tidak seorang pun bisa melakukannya secara sempurna. Tapi salah satu moto saya adalah “berharap menjadi sosok yang bisa menerangi sebuah sudut.” (halaman 146)
  • Saya sangat salut dengan kepribadian Dokter Tsuneko, meskipun menjalani kehidupan yang tidak baik-baik saja, tapi beliau sosok yang sangat tangguh. Menurut saya daripada frustasi karena mencari kesempurnaan, lebih baik terus melanjutkan meskipun kondisinya tidak bagus. (halaman 100)
  • Buku ini memang tidak memberitahukan rahasia bagaimana Dokter Tsuneko bisa terus sehat dan berumur panjang hingga beliau di percaya rumah sakit dan sudah bekerja lebih dari 70 tahun, tetapi judul buku ini sangat relate dengan kehidupan Dokter Tsuneko bagaimana beliau bisa hidup damai tanpa berpikir berlebihan, padahal kehidupan yang beliau jalani juga tidak mudah. So inspiring.
  • Bukan buku textbook yang berisi step by step, seperti buku motivasi pada umumnya. Lewat buku ini, kita bisa belajar untuk hidup dengan damai dan tidak mengejar kesempurnaan.
  • Dari buku ini saya bisa belajar menyadari bahwa setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. Nikmati saja, dan fokus pada apa yang ada di depan mata, serta tidak perlu membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain. Fokus dengan kehidupan kita, dan semua yang ada di dunia ini tidak mungkin 100% cocok dengan kita, jadi jangan ambil pusing, karena pada akhirnya kita akan mati seorang diri.

“Semampunya saja.” Jangan membandingkan dengan keluarga lain, atau membandingkannya dengan yang lazim ada di masyarakat. Penting untuk bersikap masa bodoh dan berkata “apa boleh buat, memang seperti ini keluarga saya.” (halaman 102)

Bagaimana caranya agar bisa menjalani hidup dengan ringan setiap hari seperti Dokter Tsuneko? Apakah pada akhirnya itu akan membawa kita “melakukan hal yang baik”? Melalui buku ini selamat menikmati separuh hidup Dokter Tsuneko yang penuh gejolak.

Setelah lama menjalani profesi sebagai psikiater, satu hal yang terpikir oleh saya adalah “manusia selalu mencari orang lain untuk berbagi kesedihan dan penderitaan.” Pada dasarnya manusia harus hidup seorang diri. Tidak ada orang yang akan menolong kita 100%, dan tidak ada orang yang akan memberikan perhatian sepanjang waktu. (halaman 145)

Baca juga: mengunjungi USJ, Osaka

Saya beli buku ini secara online di Gramedia. Berikut ini beberapa kutipan favorit saya dalam buku Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan:

  1. … yang terpenting adalah memfokuskan pikiran pada “bagaimana melewati semua ini di tempat saat ini dengan nyaman.” Bukan membuat nyaman dengan mengubah orang lain, tapi “apa yang harus dilakukan agar bisa merasa nyaman,” atau “Apakah bisa melewati semua di sini dengan nyaman.” (halaman 24)
  2. Jika kita hidup tanpa berpikir wajar jika orang lain berbuat sesuatu untuk kita, maka kita akan berterima kasih untuk hal-hal kecil. (halaman 32)
  3. Dan, pastikan untuk merahasiakan apa yang diceritakan pada Anda. Jangan mengkhianati orang tersebut. Itulah kode etik sebagai manusia karena sebuah hubungan di mana kita bisa saling menceritakan keluhan dan memperlihatkan kelemahan dengan nyaman merupakan hal yang berharga. (halaman 47)
  4. Jangan pelit melakukan kebaikan kecil, akan lebih baik jika banyak membantu. (halaman 50)
  5. Tak masalah memilih orang dekat berdasarkan selera. Menjalin hubungan berdasarkan untung rugi akan dimanfaatkan atau berakhir menderita dalam kesendirian. (halaman 54)
  6. Waktu kita untuk hidup dengan sehat sangat terbatas, jadi jangan sia-siakan untuk masa lalu. (halaman 85)
  7. Mungkin kita mengagumi seseorang dan berpikir “Enak sekali jadi orang itu, tapi seandainya kita ditempatkan di posisi orang tersebut pasti akan ada kesusahan atau penderitaan yang berbeda. (halaman 87)
  8. Masing-masing orang memiliki permasalahan tersendiri, dan menurut saya orang yang terlihat tidak punya masalah adalah orang yang entah bagaimana bisa berkompromi setelah melalui trial and error. (halaman 88)
  9. Akan lebih penting bagi pertumbuhan anak jika orang tua berada di samping anak dengan senyuman dan kegembiraan. (halaman 103)
  • “Pokoknya, jalani saja hidup di hari ini dan semua akan teratasi.” “Selama bisa makan kenyang, bisa tidur dengan aman, dan punya pekerjaan yang bisa menghidupi kebutuhan paling minimal, maka semua pasti akan baik-baik saja.” (halaman 127)
  • Terlalu mengharapkan sesuatu dari orang lain akan menyebabkan timbulnya rasa marah dan kecewa ketika harapan itu tidak terpenuhi. (halaman 133)
  • Buah kehidupan tidak bisa didapatkan dalam waktu singkat. Tiap-tiap orang memiliki hal yang seharusnya dihargai dalam setiap momen hidupnya. (halaman 138)
  • Setiap orang menjalani hidup dengan senantiasa merasakan kesepian, kekhawatiran, dan penderitaan di dalam hatinya. Akan sedikit meringankan dan memberikan sedikit semangat jika kita sesekali berbagi sedikit kesedihan dan kesusahan hati yang kita alami. Itulah yang dinamakan berkompromi. (halaman 145)
  1. Tidak ada ketentuan kalau kita harus menjalani kehidupan yang sama dengan orang lain. Bulatkan tekad bahwa “ini hidup saya.” Bagaimana pun manusia hanya bisa menjalani hidup “sebagaimana dirinya.” Cobalah untuk mengingat itu ketika merasa lelah hidup dipermainkan orang lain. (halaman 148)

Baca juga review buku literatur Jepang:

Jika tertarik dengan buku-buku literatur Jepang, silakan bisa baca berikut ini:

Happy reading!  

With Love, 

7 thoughts on “[Review Buku] Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan karya Tsuneko Nakamura dan Hiromi Okuda

    1. Alhamdulillah Bapak terus ingetin, lama-lama Insha Allah bisa berkompromi dengan pikiran, karena poin di halaman 127 ini memang sesederhana itu saja kita menjalani hidup😂 meskipun merealisasikannya tidak semudah itu 😂
      Ganbatte, Kak Ra ❤️

      Liked by 1 person

Leave a comment