[Review Buku] Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman karya A. Mustafa

“Pokoknya aku minta kamu jangan seperti orang –orang di luar sana, yang baru sedikit menerima ilmu agama sudah mabuk sehingga menganggap dirinya paling benar dan menganggap orang lain diluarnya adalah salah.” (299)

Judul Buku            : Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman
Penulis                    : A. Mustafa
Tahun Terbit          : Cetakan Pertama, 2019
Penerbit                  : Shira Media
Jumlah Halaman  : vi + 358 halaman
ISBN                        : 978-602-5868-80-1

Sinopsis:

Novel Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman menuturkan kisah Rara Wilis dan Suko Djatmoko. Alurnya maju mundur, mencakup masa lebih dari tiga dekade, menembus dan mengaburkan batas antara realitas serta mimpi, bermain-main dalam kabar gaib serta penafsirannya, melompat-lompat diantara bahasan seks dan teologi, iman, dan skeptisme, pelacur dan Tuhan, hikayat babi dan epos Mahabrata.

Lebih dari itu, novel ini diangkat dari kisah nyata. Maka benarlah, sesungguhnya kehidupan manusia sering kali lebih ganjil dari cerita fiksi mana pun.

***

“Unsur dua genre (fantasi dan bildungsroman) saling berkelindah, dan inilah yang menjadikan novel ini mempunyai daya tendang.”—Budi Darma, Sastrawan.

“Sebuah novel yang kompleks dan relevan dengan keadaan saat ini.”—Zuhairi Misrawi, Intelektual Muda Nahdatul Ulama.

“Dituturkan dengan gaya berkisah yang rileks dan menyenangkan, dengan jelajah bentuk narasi realis dan alegoris yang bersisi-sisian. Ia cukup berhasil sebagai upaya menuju novel polifonik.—Pertanggungjawaban Dewan Juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018.

Apakah kamu suka membaca novel yang diangkat dari kisah nyata? Nah, jika kamu suka, buku ini bisa masuk dalam daftar bacaan kamu. Buku yang ditulis oleh A. Mustafa, dan merupakan  pemenang II Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 ini menyajikan kisah nyata tentang Rara Wilis. Rara Wilis yang akrab disapa Mbok Wilis ini merupakan ratu waria yang berpengaruh di wilayah Semarang, tepatnya  di wilayah Simpang Lima. Dibuka dengan paragrap awal yang membuat pembaca jadi penasaran dengan kisahnya,

“Pada pertengahan siang yang gerah di pertengahan tahun 1994, Mbok Wilis memakai sepatu tumit tinggi untuk bertemu dengan seorang nabi.”

Kira-kira, siapa nabi yang dimaksud? Siapakah yang ingin ditemui oleh Mbok Wilis dan apa tujuannya? Kisah hidup seperti apa yang dialami Mbok Wilis, sehingga penulis mengangkat kisahnya dalam buku berjudul Anak Gembala yang Tertidur Panjang di Akhir Zaman.

Karakter dalam buku ini: Rara Wilis atau Mbok Wilis, Pak Wo, Mety, Yuli, Haris, Danang, Pak Tedjo, Bu Sri, Mbok Ti, Ustaz Zul, Haji Gozali, Pak Soed, Pak Darto, Iwan, Ustaz Moelyono, Mln. Mirajuddin

Yang menarik dari buku ini:

  • Dari judulnya saja, sebetulnya sudah bikin penasaran.
  • Salut karena penulisnya mengangkat isu sensitif, based on true story. LGBT dan Ahmadiyah, ini isu yang sangat sensitif. Tentang keyakinan dan juga pilihan hidup, tapi penulisnya berhasil membuat pembaca belajar memahami lewat karakter Rara Wilis, juga Pak Wo yang mengalami begitu banyak kekerasan dan mendapat tindakan diskriminatif bertubi-tubi. Menjadi kaum minoritas memang tidak selalu menyenangkan. Tapi bukan berarti kita bisa menghujat atau menghakimi atas kehidupan yang mereka pilih. Karena hidup tidak melulu tentang siapa yang paling benar, dan merasa paling benar. Melainkan bagaimana bisa melakukan perbaikan diri, seperti sosok Rara Wilis yang pernah menjalani kehidupan kelam, namun dengan perjuangan panjang, ia berhasil keluar dari kehidupan gelapnya menuju kehidupan yang jauh lebih baik. Menemukan kedamaian dalam pilihan hidupnya dengan keyakinan yang dijalaninya. Dan juga Pak Wo, yang begitu beratnya mengalami pergolakan hidup hanya karena masalah keyakinan yang dipilihnya.
  • Kisah waria yang mereformasi dirinya dan keluar dari kehidupan gelapnya mungkin tidak hanya dialami Rara Wilis, di luar sana pun banyak. Namun yang menarik dari buku ini, bagaimana dua isu sensitif, diangkat secara bersamaan dari sosok inspiratif Pak Suko yang mengalami masa sulit karena pilihan keyakinannya sebagai Ahmadi. Juga Rara Wilis yang berusaha untuk keluar dari sisi gelap kehidupannya. Idealnya, orang-orang yang mau berubah ke arah hidup yang lebih baik, di dukung pula oleh dukungan orang-orang terdekat. Sayangnya, kenyataan memang tidak seindah itu. Seperti, apa yang dialami Rara Wilis sangat menyedihkan, mereka dijauhi, dicaci bahkan dianggap sebagai sampah masyarakat. Beruntung kedua orangtuanya masih menyayangi dan menerima apa pun kondisi anaknya. Sehingga dengan tekadnya yang kuat, pada akhirnya kehidupan gelapnya bisa ditinggalkan.
  • Daya tarik dari kisah yang disajikan dalam buku ini adalah tentang jalan panjang dan berliku untuk menemukan jati diri seorang Rara Wilis, yang ingin bertobat tapi sulit, meski pada akhirnya berhasil. Kisah yang sangat inspiratif sekaligus menggugah kesadaran diri bahwa kasih sayang Tuhan begitu besar, bahkan Tuhan saja Maha pemaaf, apa hak kita menghakimi kehidupan orang lain yang berbeda dari jalan yang kita ambil. Indonesia dengan keanekaragamannya, jauh lebih indah apabila bisa hidup dalam toleransi, tanpa perlu mempermasalahkan keyakinan dan jalan hidup yang dipilih seseorang, selama tidak merugikan orang lain. Sayangnya, negara ini belum ramah terhadap perbedaan, apalagi menyangkut keyakinan dan pilihan hidup yang ditampilkan kedua tokoh, Rara Wilis dan Pak Wo.
  • Buku ini terdiri dari tiga kisah berbeda, yaitu tentang Rara Wilis, babi lumpur, dan pak Wo, dan juga ada unsur wayang purwo yang menjadi latar cerita ini. Bacalah hingga usai, di sana kamu akan menemukan benang merahnya. Karena ada banyak penjelasan yang kamu dapatkan yang disampaikan penulisnya dengan kisah mereka.
  • Persahabatan Mbok Wilis dan Mety, meski mereka berprofesi sama, dan berbeda keyakinan. Mereka tetap saling bantu dan saling menguatkan, terutama ketika pergulatan Mbok Wilis yang ingin berubah jadi orang baik dan keluar dari kehidupan gelapnya. Mety sebagai sahabat, tetap mendukung keputusan sahabatnya, selalu ada saat masa-masa sulit yang dialami Mbok Wilis. Keyakinan yang berbeda diantara mereka, tidak membuat persahabatan menjadi renggang. Bahkan, ketika Mbok Wilis sudah berhasil menemukan jalan hidupnya, satu pesan Mety yang sangat indah dan menyentil disampaikan untuk sahabatnya. “Pokoknya aku minta kamu jangan seperti orang –orang di luar sana, yang baru sedikit menerima ilmu agama sudah mabuk sehingga menganggap dirinya paling benar dan menganggap orang lain diluarnya adalah salah.” (halaman 299).

Baca juga: Rudy Kisah Masa Muda Sang Visioner dan Mr Crack dari Pare Pare

Membaca buku ini, sebagai pembaca saya seperti belajar untuk memahami bagaimana perjalanan hidup waria lewat karakter Roro Wilis, jatuh bangun dan berjuang untuk meninggalkan sisi kelam memang tidak mudah, bila tekad tidak sakuat baja, kehidupan gelap bisa kapan pun menariknya kembali. Kemudian karakter Pak Wo, dengan keyakinannya sebagai orang Ahmadiyah, yang masih menjadi minoritas di negeri ini, masih saja menjadi perdebatan dalam masyarakat yang memandang bahwa ajaran ini sesat. Padahal, sejatinya apapun keyakinan yang dipilih seseorang itu merupakan hak pribadi, bahkan Tuhan saja tidak memaksakan keyakinan kepada umat manusia. Pilihan hidup masing-masing, dan apapun pilihan setiap orang, akan lebih indah apabila manusia hidup dalam harmoni dengan saling menghormati dan penuh toleransi.

Moral of the story dari buku ini, siapa pun bisa mengubah hidupnya jadi lebih baik. Apapun latar belakang kehidupan yang pernah dialami, segelap apa pun, apabila ada kemauan keras, pasti bisa berubah. Kehadiran orang-orang yang tulus, penuh cinta dan kasih sayang seperti kedua orangtuanya Mbok Wilis, yang masih mau menerima dan memaafkan kesalahan anaknya, ini akan menjadi energi positif yang bisa menguatkan untuk membuat seorang Mbok Wilis mampu keuar dari masa gelap hidupnya dan berdamai dengan masa lalu, ketika ia benar-benar ingin mengubahnya. Dan keyakinan serta agama apa pun yang dipilih seseorang, itu merupakan hak setiap manusia, dan sifatnya personal, yang diperlukan adalah saling menghormati dan menghargai. Mengutif apa yang disampaikan dalam sebuah buku berjudul Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, ….bahwa setiap orang dari kita, apa pun agama atau kepercayaannya, hendaklah mengindahkan kewajiban pemenuhan hak-hak satu sama lain, sehingga dunia dapat menjadi surga kedamaiam dan harmoni. (Halaman 179)

Waktu  itu, saya sempat ikut Pre-Order, maka selain mendapat tanda tangan penulisnya, ternyata ada sebuah kutipan indah yang dibubuhkan di dalam buku:

“Cintailah semua dan jangan benci siapa pun jua”

Apa yang disampaikan dalam kalimat yang dituliskan penulisnya, sangat relate dengan pesan dari buku yang sudah ditulisnya. Jadi, dari pada menghabiskan energi negatif dengan membenci orang lain, maka marilah  mengumpulkan energi positif dengan belajar menghormati, menghargai dan hidup penuh toleransi dengan perbedaan pandangan hidup, serta keyakinan yang dipilih setiap orang.

Baca juga : review buku Perikardia

Beberapa quote favorit saya dalam buku ini:

  1. Tapi biarlah, mukjizat memang tidak pernah dipahami oleh orang-orang yang tidak dilimpahi karunia. (halaman 18)
  2. “Akhir zaman adalah saat ini, bukan kelak lagi. Perang Dunia Ketiga sudah dinubuatkan sehingga niscaya pasti akan meletus suatu hari nanti.” (halaman 40)
  3. “Jihad menengah adalah pena, jihad melalui ilmu pengetahuan. Pena dan buku memiliki pengaruh yang lebih dahsyat ketimbang peluru. Lalu, pada tingkatan tertinggi adalah jihad akbar: jihad melawan hawa nafsu, sehingga kita menjadi manusia-manusia berhati jernih yang doa-doanya akan selalu diijabah oleh Allah. Dan, adakah kekuatan yang lebih hebat ketimbang Allah Taala? Alaysallahu bi kaafin abdahu. Tidakkah Allah cukup bagi hamba-hamba-Nya?” (halaman 41)
  4. Demikianlah duka orang-orang termarginalkan, harus menderita dan menjerit keras terlebih dahulu sebelum bantuan datang; berbondong-bondong bersamaan dengan euphoria menolong sesama anak bangsa, tetapi kemudia banyak juga yang lantas menghilang kehabisan energi untuk berjuang karena semangatnya setengah-setengah. (halaman 48)
  5. Ia tentu ingin sekali meluruskan sentimen-sentimen yang ada, namun orang-orang keburu antipati duluan jika mereka membahas topic tersebut. Begitulah ciri khas masyarakat yang tinggal di daerahnya, mudah sekali percaya pada kabar-kabar sumbang yang diankut angina, tapi tutup telinga mendengarkan penjelasan yang langsung disampaikan pada mereka oleh sumbernya. Mereka lebih nyaman bila ada jarak antara mereka dan sumber suara, sehingga mereka dapat menarikan apa saja yang ada di pikiran, meskipun yang terucap keluar tak lain adalah dusta semata. (halaman 59)
  6. Lebih baik mati karena berusaha untuk hidup, ketimbang mati karena tidak mampu bertahan hidup. (halaman 131)
  7. Jangan pernah sekalipun kamu takabur, merasa paling pintar, paling tahu segala ilmu, karena sejatinya seluruh khazanah ilmu hanya milik Allah semata. (halaman 149)
  8. Janganlah jadi orang yang merasa paling benar sehingga tidak mau tahu dengan pandangan Islam yang lain. Ambillah pelajaran dari mana saja. NU, Muhammadiyah, Syiah, Ahmadiyah dan lain sebagainya. Mau tahu bukan berarti setuju. Mau tahu berarti kamu mau belajar. Bila yang kamu terima adalah baik, ambil baiknya. Bila yang kamu terima dari seseorang adalah tidak baik, maka ajaklah dia berbicara, nasihati dia, bersabar, dan jangan membencinya. Bila kamu ragu, mintalah petunjuk pada Allah karena Dia-lah yang paling tahu jalan paling benar.” (halaman 149)
  9. “Kalau kamu ingin dekat dengan orang-orang dari berbagai kalangan, ada dua tempat yang bisa kamu sambangi, … Pasar dan warung kopi.” (halaman 150)
  10. … dosa itu ibarat gelap yang menghalangi kita untuk mendapati cahaya kebenaran serta kebaikan. Dan, kita sebagai manusia sering kali berbuat aniaya kepada diri sendiri sehingga menutup mata kita dari cahaya tersebut …” (halaman 204)
  11. “Kalau berkehendak kuat, tidak ada yang mustahil. Orang buta juga bisa melihat kembali jika operasi.” (halaman 204)
  12. Allah selalu memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk memperbaiki diri. Bila Allah selalu membukakan pintu maaf, maka kewajiban manusia lain adalah membantu orang tersebut supaya dapat teguh menjalani insafnya. (halaman 311)
  13. “Justru rumah Allah didirikan sebagai tempat membersihkan kotoran-kotoran hati. Kalau masjid cuma buat orang-orang suci, barangkali cuma malaikat yang boleh masuk ke dalamnya. (halaman 311

Buku ini saya beli online di https://shiramedia.com/

Happy reading! 📚 📖😊

SUBSCRIBE AISAIDLUV

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s