[Review Buku] AHED TAMIMI Gadis Palestina yang Melawan Tirani Israel

“Aku ingin hidup seperti semua orang di dunia, dalam kedamaian dan cinta, dan kesetaraan, dan keadilan.  Menjalani masa kecilku, tidak melihat teman-temanku ditangkap atau dibunuh, tidak melihat kakak laki-lakiku terluka atau ibuku tertangkap … dan teman-temanku berada di penjara … hidup seperti anak-anak lain di dunia … pergi ke laut.  Menjalani hidupku dengan merdeka, mendapatkan hak-hakku.”  (halaman 73)

Judul buku    : AHED TAMIMI Gadis Palestina yang Melawan Tirani Israel
Penulis           : Manal Tamimi, Paul Heron, Paul Morris, Peter Lahti
Penerbit         : Mizan
Tahun Terbit : Cetakan I,  Oktober 2018
Halaman        : 229 halaman
ISBN                : 978-602-441-084-1

 

Sinopsis:

Ahed Tamimi menjadi perhatian dunia ketika dia ditangkap oleh tentara Israel menjelang Natal 2017.  Mereka menerobos masuk rumah Ahed di tengah malam buta, dan menyeret pergi gadis berusia 16 tahun ini.  Gara-garanya?  Ahed menampar tentara Israel yang masuk ke rumahnya, Ahed kesal karena tentara Israel menembak sepupunya tepat di wajah.

Ahed tinggal di Nabi Saleh, 20 kilometer di utara Yerussalem dan mengalami pahitnya pendudukan Israel.  Aktivitas penduduk setiap saat diawasi.  Siapa pun, termasuk anak-anak, bisa ditangkap dan dijebloskan ke penjara tanpa alasan jelas.

Dunia marah dan prihatin atas ketidakadilan yang menimpa Ahed.  Kampanye #FreeAhed tidak hanya beredar luas secara online, melainkan dalam bentuk poster dan grafiti yang terpampang di tempat-tempat umum, seperti Londin dan Lisbon.

Ahed memberi keberanian dan harapan pada siapa pun, di mana pun, untuk berani membela diri ketika diperlakukan tidak adil

Setelah baca buku I Am Malala The Girl Who Stood For Education Was Shoot by The Taliban, saya langsung teringat tumpukan buku yang sudah saya beli beberapa bulan yang lalu, yaitu Ahed Tamimi The Girl Who Fought Back.  Malala dan Ahed Tamimi, dua gadis hebat, tangguh serta dewasa menurut saya, mereka dikenal dunia internasional karena mereka hanya ingin memperjuangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak  seperti mereka.  Sayangnya, mereka tidak disukai oleh orang-orang yang merasa kepentingannya terganggu.  Malala dari Pakistan, ia ditembak oleh Taliban.  Ahed  dari Palestina, tengah malam ditangkap oleh tentara Israel.

Baca: 10 tahun bersama WordPress

Dua buku ini dibaca berturut-turut, membuat dada saya terasa sesak, membayangkan bagaimana kondisi mereka saat itu.  Saya tidak menangis, ibarat air mata telah kering, yang  tersisa hanyalah sesak di dada.  Mereka gadis luar biasa yang menjadi sorotan dunia, bukan karena kontroversi yang dibuatnya (setidaknya ini dalam pandangan saya, entah dengan pandangan orang-orang yang terganggu kepentingannya dengan sikap mereka), melainkan bagaimana mempertahankan sikap mereka atas apa yang mereka yakini.  Meski kisah mereka tragis, di usia remaja mengalami hal-hal yang bisa saja secara psikologis membuat mereka trauma atas apa yang mereka alami, namun justru dunia menjadi tahu apa yang melanda bukan saja tentang diri mereka, keluarga mereka, namun juga negara mereka.   Di saat negara saya sudah merdeka dan giat membangun, di belahan bumi lain, masih banyak orang yang hak-haknya sebagai warga negara belum sepenuhnya mereka dapatkan. Malala dan Ahed Tamimi, mewakili para remaja dan anak-anak di negaranya yang masih terbelenggu.  Malala dengan dunia pendidikan, sementara Ahed harus memperjuangkan negaranya.  Malala ditembak Taliban di usia 15 tahun, sementara Ahed Tamimi diseret ke penjara pada usia 16 tahun.  Kedua remaja cantik ini, sama-sama suka membaca buku, mereka banyak membaca. Baiklah, saya tidak akan membahas tentang  politik  di kedua negara tersebut, silahkan bisa googling  sendiri untuk lebih detail jika ingin tahu. Bahkan memang sudah diketahui banyak orang bagaimana kondisi negara Palestina saat ini.  Lewat buku ini, saya diajak melek dan mengetahui detail kejadian yang menimpa Ahed Tamimi, di buku ini juga banyak referensinya, dituliskan pula sejarah singkat Lini Masa halaman 146-153.   Kalau melihat sejarahnya, dulu di masa dinasti Ottoman memerintah mereka hidup berdampingan, namun setelah zionis datang, dari sanalah sampai sekarang tanah Palestina masih terus dijajah.  Buat kamu yang suka membaca kisah-kisah inspiratif based on true story, buku ini patut dibaca.  Keberanian Ahed Tamimi melawan penindasan, memang sungguh luar biasa menyentuh hati.  Ahed ini sangat menyukai sepakbola, pemain favoritnya adalah Neymar. “Semula dia berpikir bisa menjadi pemain sepak bola, tapi ketika demonstrasi dimulai, dia memutuskan untuk belajar hukum … karena ingin mengirim pesan ke seluruh dunia.”  (halaman 85)

Baca: review buku I Am Malala The Girl    Who Stood For Educationand Was Shoot by The Taliban

“…. Demi martabat, aku tidak ingin kesedihan untukku, dan tidak ingin kalian mengasihaniku.  Aku ingin kalian melihatku sebagai pejuang kemerdekaan, bukan korban.  Ketika kalian melihatku sebagai pejuang kemerdekaan, ini berarti kalian masih mendukungku dengan cara yang nyata, seperti kami mendukung kalian sebelumnya [selama Apartheid].  Kami tidak ingin kalian melihat kami sebagai korban, lalu mengirim uang, kami tidak menginginkan uang kalian, kalian punya banyak orang miskin di negara kalian, kalian bisa memberikan uang kalian kepada orang-orang miskin kalian’ …. Ahed menyentuh poin utama dalam perjuangan dan gagasan keseluruhannya.  Aku memahami teorinya, tapi dia mungkin menyentuh gagasan utama-nya.”  (halaman 93) 

“Saat ini, ketidakadilan terjadi di seluruh dunia.  Kita harus memperluas perjuangan kita untuk satu sama lain, demi mengakhiri semua ketidakdilan dunia.  Kita semua adalah korban dari semacam pendudukan.  Kita tidak akan membiarkan siapa pun menderita sendirian.”  (halaman 226)

SUBSCRIBE AISAIDLUV

Baca: review buku Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian

Buku ini ditulis oleh empat orang penulis.  Terdiri dari empat.  Bab 1 tentang Ahed Tamimi,  oleh Pail Morris, Bab 2 mengenai “Tamparan dengan Akar Sejarah, oleh Peter Lahti.  Bab 3 mengenai “Krimininalisasi Anak-Anak Palestina, oleh Paul Heron, dab Bab 4 mengenai “Kaum Perempuan dan Perjuangan untuk kemerdekaan Palestina, oleh Manal Tamimi, saudaranya Aher Tamimi.  Buku ini didedikasikan untuk Nariman dan Bassen Tamimi (orang tuanya Ahed Tamimi).  Diterbitkan oleh Vaktel Books di Swedia, dan edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan Ingrid Dwijani Nimpoeno, dan diterbitkan oleh Penerbit Mizan.  Manal Tamimi, menulis buku ini dibantu oleh Paul Morris, seorang dosen universitas Swedia,; Paul Heron, seorang pengacara Inggris; dan Peter Lahti, seorang jurnalis.  Manal Tamimi adalah lulusan S2 Hukum Internasional dari Universitas Al-Quds, dan terpilih sebagai anggota dewan Komite Popular Struggle Coordination di Nabi Saleh.

Buku yang sangat bergizi, dan akan menambah pengetahuan pembaca tentang keadaan di negara Palestina, khusunya apa yang terjadi pada keluarga Tamimi.  Sama seperti review I Am Malala, dalam buku review buku ini pun saya tidak akan banyak menuliskan kalimat-kalimat favoritnya.  Ada banyak kalimat favorit, inspiratif, terlebih banyak fakta juga sejarah yang membuka mata saya untuk tahu tentang bagaimana keadaan mereka, jadi silahkan detailnya bisa dibaca langsung, sebab review ini sifanya lebih memberi informasi buku bacaan bagus yang bisa dibaca, bukan untuk mengomentari apa yang saat ini terjadi pada Palestina.  Dear Ahed Tamimi, please stay strong!  🙂

Happy Reading! 🙂

-With Love-

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s