[Review Buku]: DI BALIK GERBANG Inspirasi dari 7 Kisah Pendamping Diplomat

Judul buku    : Di Balik Gerbang Inspirasi dari 7 Kisah Pendamping Diplomat
Penulis           : Andis E. Faizasyah, Angela Widowati Nugroho, Lona Hutapea Tanasale, Myra Junor, Syifa Fahmi, Tyas Santoso, Utami A. Witjaksono
Penerbit                         : B First (PT Bentang Pustaka)
Tahun Terbit                : Cetakan I, Juni  2016
Jumlah Halaman        : 255 halaman
ISBN                              : 978-602-426-002-6

“A Briliant account of the behind the scene of the seemingly divine diplomatic life.” –Caecelia Legowo, Ketua Dharma Wanita Persatuan Kementrian Luar Negeri

Kancah diplomasi bukan hanya milik para diplomat, melainkan milik seluruh anggota keluarga yang berjuang memantaskan diri menjadi agen diplomasi.  Tak terkecuali para istri diplomat yang tak hanya berperan di balik layar, tetapi dituntut untuk berpartisipasi di hadapan publik.

Mulai menjadi pengajar kelas Bahasa Indonesia di kedutaan, menjadi “ibu” pertama tempat para TKI korban kekerasan  mengadu, memulihkan situasi pasca dua kali peristiwa ledakan bom di  KBRI Perancis, hingga mengatasi kepanikan saat terjebak di negara yang sedang berkonflik seperti Suriah.  Melalui ketujuh pendamping diplomat yang menuangkan pikirannya di buku ini, kita diajak mengintip isi “dapur” misa diplomatik Indonesia, yang tidak melulu   berisi hura-hura, tetapi juga mengandung resiko dan bahaya.

Baca juga: review buku The Road to Persia

Buku antologi ini ditulis oleh para istri diplomat yang mendampingi suami dinas di luar negeri, dan mereka memiliki hobi menulis.  Sehingga mereka menyempatkan untuk berbagi pengalaman lewat tulisan di tengah kesibukan yang dijalani.    Beberapa negara tempat ditugaskan yang tertuang dalam buku ini antara lain, Australia, Kanada, Amerika, Mexico, Jepang, Spanyol, Perancis, Suriah, Lebanon.  Membaca buku ini seolah saya diajak para penulisnya untuk tahu dan belajar memahami suka duka istri para diplomat.  Buku yang menarik untuk dibaca.  Bahkan menambah pengetahuan baru, saya baru tahu ternyata kata Madridleos merupakan sebutan bagi penduduk Madrid.  Kemudian Sydneysider adalah sebutan untuk warga Sydney, atau di Autralia ternyata ada yang namanya Boxing Day dan banyak hal baru yang baru saya ketahui dari buku ini. Bahkan saat cerita tentang mencari sekolah untuk anak-anak di lingkungan dan negera baru, rasanya seperti merasakan betapa tidak mudahnya dan butuh perjuangan mencari sekolah untuk anak-anak.  Saya salut dengan mereka, para wanita tangguh yang  mendampingi suaminya.

SUBSCRIBE AISAIDLUV

Secara garis besar  buku ini menceritakan tentang kegiatan para penulis, hal unik yang pernah dialami, hal yang perlu diketahui (pada bagian ini mereka sharing tentang pengalaman dan membagi informasi kepada pembaca tentang hal-hal yang harus diketahui saat mereka berada di negara di mana para suaminya bertugas, dan tentu saja para penulis pun memberikan rekomendasi tempat-tempat wisata yang mesti dikunjungi.

Baca : review buku Berjuang di Tanah Rantau

Baca:  review buku Jelajah dengan Trans Siberia

Beberapa Kalimat Favorit  dalam buku Di Balik Gerbang:

  • Seringkali orang menilai profesi diplomat hanya dari satu sisi yang seolah gemerlapan.  Profesi ini dianggap prestisius dan lekat dengan citra “hura-hura.”  Pekerjaan seorang diplomat mungkin bagi sebagian orang kelihatannya seperti bersenang-senang belaka–tinggal di luar negeri seolah sedang menikmati liburan panjang.  Padahal, indah kabar dari rupa.  Sama sekali tidak demikian kenyataannya.  Banyak sisi lain dari konsekuensi  profesi ini yang tidak diketahui umum (halaman 76-77)
  • …. Pindah rumah, pindah sekolah, belajar bahasa baru dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru menjadi makanan sehari-hari bagi anak diplomat.  Baru saja berhasil pewe alias “posisi wenak” di suatu negara, baru saja menguasai bahasanya, terbiasa dengan pelajaran sekolah dan menjalin persahabatan, eh… sudah waktunya kembali pulang, mulai dari nol lagi dengan adaptasi baru di Tanah Air.  Siklus ini membentuk  mereka menjadi third culture kids (TCK), yaitu anak-anak dengan pengalaman unik akibat terus berpindah dari satu budaya ke budaya lain pada saat kepribadian dan identitas budaya mereka sendiri belum utuh terbentuk, alias labil.  Biasanya mereka memiliki kepribadian tipikal  yang unik dan kerap kali menjadi bahan studi para psikolog dan sosiolog, dan sering dijuluki “global nomads” atau “cultural chameleons” karena seringnya bertukar “warna” laksana bunglon.  (halaman 78)
  • … Proses pindah itu sendiri juga jelas tak mudah.  Packing dan unpacking berkali-kali yang memakan waktu dan menguras tenaga, meninggalkan rumah di Tanah Air dan berjibaku mencari tempat tinggal baru di negara asing, mencari sekolah anak dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang sudah pasti jauh berbeda, masuk ke lingkungan baru, membiasakan diri dengan tetangga baru, menghafal jadwal membuang sampah, mempelajari proses klaim asuransi, bergabung dengan conversation class, berburu tempat belanja murah meriah, menjajal rimba perparkiran, dan menyetir di sisi jalan yang berlawanan dengan di Tanah Air … dan seterusnya, dan sebagainya.  Begitulah, suka duka selalu mewarnai perjalanan hidup kami.  Selalu ada pahit manis, ada naik turun.  C’est la vie, kata orang Prancis.  Begitulah hidup.  (halaman 79)
  • Kami berkesempatan mengunjungi berbagai negara dan kota, punya banyak teman di segala penjuru dunia, belajar ratusan hal baru yang memperluas wawasan dan memperkaya jiwa.  Bahkan, siklus hidup yang terus berpindah itu sendiri sesungguhnya merupakan anugerah tak ternilai yang hisa disyukuri dan dinikmati.  A blessing in disguise.  Paling tidak, kami jadi tidak bisa berlama-lama berdiam dalam zona nyaman yang melenakan, tetapi harus terus bergerak, melangkah ke babak-babak selanjutnya yang sudah disiapkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa, hari-hari kami sungguh dinamis.  Hidup menjadi lebih “hidup.”  (Halaman 80)
  • Dalam hidup, kita memang selalu dihadapkan pada berbagai pilihan, lalu menjalani konsekuensinya dengan ikhlas.  Pasti tak terus mulus seperti jalan tol–selalu ada tanjakkan, turunan, bahkan mungkin tikungan tajam.  Tinggal bagaimana mencermati setiap rute dan menikmati perjalanan.  Just fasten the seat belat and enjoy the ride!  “Life is not about waiting for the storm to pass, it’s about learning to dance in the rain.“–Vivian Greene (halaman 80)
  • Kemahiran berinteraksi dan bersosialisasi tentu sangat diperlukan untuk menjalankan peran-peran tersebut.  Salah satu hal mutlak yang harus dipahami agar dapat berinteraksi  dengan baik dan disambut dalam pergaulan internasional adalah dengan mengetahui cara mengawali obrolan ringan atau small talk.  Mungkin kedengarannya sepele, tetapi hal ini bisa menjadi kunci untuk mempertahankan perbincangan dan pada gilirannya akan memupuk hubungan pertemanan.  (halaman 167)

Happy reading! 🙂

With Love,

2 thoughts on “[Review Buku]: DI BALIK GERBANG Inspirasi dari 7 Kisah Pendamping Diplomat

  1. kenal dgn pasangan diplomat, kebetulan pas mau buka KJRİ istanbul, si bapak ini yang ditugaskan, ada keuntungannya jg saya lihat, anak2nya mahir byk bahasa heheh, tapi pas masa tugas selesai dan mereka kembali ke tanah air, anak2nya yang sedang kuliah , sekolah di İstanbul di tinggal jadi mandiri, krn nanggung buat selesaikan studinya dulu, pengalaman mereka jg banyak, wah saya dulu jg ngayal hidup nomad gitu:F

    Liked by 1 person

    1. Wah mantaap mba, salut sama yang bisa tangguh dan mandiri hidup nomaden di luar negeri, termasuk saya juga salut sama Mba Rahma 👍😊 tangguh hidup dan menyesuaikan diri di tanah rantau dan jadi pahlawan buat keluarga (anak-anak, suami dan keluarga). Semoga saya bisa ketularan merantau jauh Mba, siapa tahu dg banyak membaca pengalaman, cerita serta pandangan mba Rahma di tanah rantau, energi positifnya menular ke saya. Aamiin 😇😇

      Like

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s