[Review Buku]: SI ANAK SPESIAL Karya Tere Liye

“Pak Bin bilang, sekolah bukan hanya tempat belajar menulis dan membaca. Sekolah juga tempat belajar banyak hal. Dengan sekolah akan banyak kesempatan yang datang… masa depan yang lebih baik… Kesenangan, keriangan. Jangan pernah berhenti percaya tentang itu.”  (halaman 147)

Judul Buku          : SI ANAK SPESIAL
Penulis                 : Tere Liye
Penerbit               : Republika Penerbit
Tahun Terbit       : Cetakan 1, Desember 2018
Jumlah Halaman: 329 halaman

Sinopsis:

Kenapa Bapak dan Mamak sejak kecil selalu bilang, “Kau spesial, Burlian”. Itu cara terbaik bagi Bapak dan Mamak untuk menumbuhkan percaya diri dan keyakinan yang menjadi pegangan penting setiap kali aku terbentur masalah, kau selalu spesial.

Buku ini tentang Burlian, si anak keras kepala yang memiliki masa kecil sangat spesial. Kelak dia akan mengelilingi dunia, menyaksikan betapa luasnya dunia dibanding kampung halamannya. Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku Ini adalah mahkotanya.

Buku ini merupakan buku kedua dari serial anak nusantararecover dari buku berjudul Burlianserial anak-anak Mamak. Secara cover, yang sekarang lebih fresh walaupun secara cerita tetap sama. Tapi uniknya, meskipun saya membaca cerita yang sama, namun dengan judul berbeda, tidak sedikit pun menyisakan kebosanan saat membaca buku ini. Tetap seru dan membuat terharu. Saya rasa, buku ini bisa dinikmati oleh semua umur: anak-anak, remaja, dewasa juga orang tua 👍

Baca: resensi buku Si Anak Badai

Burlian, anak ketiga dari Mamak dan Bapak. Kakaknya Amelia, adiknya Eliana dan Pukat.  Buku yang terdiri dari 25 bab ini, seakan mengajak saya berpetualang bersama Burlian dengan segala keunikan, keceriaan hingga kenakalan khas anak-anak yang hidup di kampung yang saat itu belum masuk listrik, saat malam masih mengandalkan penerangan dari petromak dan lampu centang. Cerita diawali dengan penjelasan Mamak mengenai kelahiran Burlian. “Kau sejak dilahirkan memang berbeda, Burlian. Spesial.” (Halaman 1).  Banyak hal yang diceritakan Burlian, seperti pengeboman hutan, kejadian ditangkap petugas statiun kereta gara-gara memasang paku di atas rel, pohon sengon, Nakamura dan rombongan Korea-nya, buaya di lubuk larangan, sekolah yang roboh, buku-buku perpustakaan, kelas enam.

Baca juga: Si Anak Cahaya (kisah tentang masa kecil Mamak)

Dalam keluarganya, Mamak dan Bapak sejak kecil selalu bilang, “Kau Anak Spesial, Burlian.” Itu cara terbaik Mamak dan Bapak untuk menumbuhkan percaya diri, keyakinan, dan menjadi pegangan penting setiap kali dia terbentur masalah.”  Meskipun Burlian ini nakal, ngeyel, sering membantah, suka mengganggu adiknya yaitu Amel, tapi sebetulnya dia anak yang baik. Dia anak yang peduli. Lihatlah, betapa usahanya bersama pak Bin, telah membuat kawan sekelasnya Munjib, bisa tetap melanjutkan sekolah setelah sempat tiga minggu tidak sekolah karena dilarang Bapaknya.

Saya pun, sangat menikmati buku ini, apalagi saat Burlian dan Pukat pergi menanam pohon sengon bersama Bapak. Pergi bersama Paman Unus ke hutan, hingga mengintip putri mandi dan pelajaran tentang menjaga keseimbangan alam. Kemudian Burlian juga menemami Bakwo Dar memanen buah durian, bahkan ia mendapatkan kisah Bapaknya dari cerita Bakwo Dar. Ketika Burlian melanggar perintah Bapak untuk menjauhi lubuk larangan, saat bermain senapan dengan Pukat juga Can, sampai akhirnya hampir diterkam buaya. Banyak cerita seru yang dikisahkan Burlian, yang paling sedih tentu saja saat Burlian ngambek menagih janji Mamak untuk membelikan sepeda saat dia khatam Al-Quran, berujung Mamak menggadaikan cincin nikahnya dan akhirnya hilang, dan membuat Mamak bersedih dihadapan Bapak, tanpa sepengetahuan mereka, baru pertama kali Burlian melihat Mamak menangis gara-gara ulahnya. Terus saat Burlian harus kehilangan sahabatnya, Ahmad yang meninggal menjelang pertandingan final sepak bola yang mereka ikuti. 😭 Dan masih ada lagi yaitu, robohnya sekolah hingga menewaskan teman baiknya yang jago Matematika, yaitu si kembar Juni dan Juli, Burlian pun sempat dirawat. Kejadian tersebut sampai diliput TVRI, satu-satunya televisi saat itu. Sampai Burlian didatangi pejabat dari kota saat masih dirawat, pejabat tersebut akan mengabulkan permintaan apapun yang diinginkannya. Salah satu yang tentu saja membuat saya terharu, Burlian ingin agar ‘Pak Bin diangkat jadi PNS’. Eit ada juga Burlian bersama kawannya Can dan Munjib tersesat di hutan, dan dari sanalah justru Burlian dapat jalan pintas yang akan membantu sahabatnya untuk memenangkan lomba lari. Penasaran? Masih banyak keseruan yang didapat dari buku ini, ayo baca bukunya! 😁

Baca juga : Si Anak Kuat (adiknya Burlian – si bungsu bernama Amelia)

SUBSCRIBE AISAIDLUV

Kemudian yang lebih kerennya lagi, Burlian ini pecinta buku, ia memiliki impian untuk sekolah di sekolah yang memiliki perpustakaan besar, dan ia ingin melihat dunia, pergi keliling dunia. Di tengah keterbatasan yang dimiliki, hidup di sebuah lembah yang indah di pedalaman Sumatera, kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai petani dan salah satunya hidup mengandalkan dari penghasilan berkebun kopi. Tapi ia tak pernah takut untuk terus bermimpi.  Beruntung saat kelas 3 SD, Burlian berteman dengan kepala proyek yang membangun jalan di kampungnya, bernama Nakamura. Nakamura memiliki anak perempuan yang seusia dengan Burlian, namanya Keiko. Berkat surat yang dikirimkan Burlian pada Keiko, membuat hubungan antara ayah dan anak, Nakamura dan Keiko menjadi lebih baik. Selesai pembangunan jalan di kampungnya dan setelah menyelesaikan pembangunan jalan di Sumatera, Nakamura kembali ke Jepang, dan Burlian sudah lama tidak bertemu.  Saat lulus SD, berkat bantuan Nakamura, Burlian melanjutkan SMP, SMA dan Kuliah di Jakarta. Kemudian saat pertukaran pelajar Indonesia-Jepang, Burlian akhirnya bertemu dengan Nakamura dan anaknya di Jepang.

Yang menarik dari buku ini, penulis menggambarkan cara mendidik anak dengan baik, tanpa perlu memukul hingga memarahi habis-habisan anaknya ketika nakal. Cukup dengan tindakan sederhana saja. Seperti Mamak yang memberikan hukuman untuk Burlian dan Kakaknya, Pukat saat mereka bolos sekolah, maka keesokan harinya, pagi-pagi sekali Mamak menghukum Burlian dan Pukat tanpa kata-kata dan pukulan, tetapi hanya menyuruh mereka mencari kayu bakar di hutan, naik turun bukit dengan hanya berbekal nasi tanpa lauk. Dari pagi sampai petang hingga bolak-balik 10 kali, ditemani Mamak, hingga akhirnya kedua anak tersebut pingsan karena kelelahan. Kayu yang mereka kumpulkan cukup untuk persediaan tiga bulan ke depan. Burlian dan Pukat kapok untuk bolos lagi. Mereka memilih sekolah, daripada dihukum Mamak. Mereka pun sadar dengan sendirinya bahwa membolos sekolah itu adalah perbuatan salah. Novel ini pun menggambarkan rasa kasih sayang orang tua, dan betapa besarnya cinta Mamak terhadap anak-anaknya. Salut banget dengan cara mendidik Mamak dan Bapak.  Pelajaran penting, bahwa sekolah lebih mudah ketimbang bekerja seharian penuh seperti Mamak dan Bapaknya. Bukan liburan yang ia dapat, yang ada hanya lelah.  Dalam dunia Burlian si pecinta buku ini, ada Pak Guru Bin yang rela mengabdi seumur hidup demi pendidikan anak-anak Sekolah Rakyat di Desa. Pengabdian yang tulus, rela digaji berapa saja atau bahkan tidak dapat gaji sama sekali, asalkan anak-anak dapat mengecap bangku pendidikan, perangai ikhlas tersebut membuatnya sangat dicintai oleh 13 muridnya, termasuk Burlian yang sangat bangga dengan Pak Bin, meski terkadang Burlian bosan mendengarkan kalimat-kalimat motivasi dari Pak Bin, Burlian tetap menyayanginya.

Baca : review Anak Rantau karya A. Fuadi

Bagi penikmat buku, novel ini akan mungkin membuat kamu kembali bernostalgia dengan masa anak-anak. Novel ini juga memberikan beberapa ilmu pengetahuan tentang hal-hal yang mungkin belum kita ketahui sebelumnya, tentang mendidik anak dengan cara yang baik, tentang dedikasi seorang guru kepada murid-muridnya. Mengajarkan pada anak untuk mencintai dan menghargai  orangtua, serta menuruti nasihat dan perintahnya.  Di novel ini meski terdapat banyak bahasa daerah yang tidak dimengerti, namun Tere Liye lihai memberikan penjelasannya lewat footnote (catatan kaki).  Buku yang benar-benar menghibur saya dengan kisah Burlian, sekaligus seakan mengembalikan ingatan saya dengan masa anak-anak, yang saat kecil sampai dengan kelas 3/4 SD belum ada listrik, kemudian saya juga tinggal di kampung, dan sering bermain ke hutan, menemani nenek.  Bukan main, saya suka sekali ceritan Si Anak Spesial ini.

Baca juga:  The Naked Traveler 8, karya Trinity

Berikut ini kalimat-kalimat favorit saya dari buku Si Anak Spesial ❤️

1. “Sekolah itu seperti menanam pohon, Burlian, Pukat.” Bapak tersenyum. (Halaman 28)

2. “Begitu pula sekolah, Burlian, Pukat. Sama seperti menanam pohon… Pohon masa depan kalian. Semakin banyak ditanam, semakin baik dipelihara, maka pohonnya akan semakin tinggi menjulang. Dia akan menentukan hasil apa yang akan kalian petik di masa depan, menentukan seberapa seberapa baik kalian akan menghadapi kehidupan. Kalian tidak mau seperti Bapak, bukan? Tidak sekolah, tidak berpendidikan, tidak punya pohon raksasa yang dari pucuknya kalian bisa melihat betapa luas dunia. Menjadi seseorang yang bermanfaat untuk orang banyak. Kau akan memiliki kesempatan itu, Burlian, karena kau berbeda. Sejak lahir kau memang sudah special. Juga kau Pukat, karena kau anak yang pintar. (Halaman 29-30).

3. “Waktu-lah yang menjadi saksi semua proses itu. Sang Waktu yang Tidak akan pernah tua, berhenti, atau berubah. Nooit verloren, Tidak akan pernah kalah dari apa pun.” —Wak Yati kepada Burlian (halaman 66)

4. Wanita Cantik selalu suka pada lelaki yang pintar memasak. —Bakwo Dar kepada Burlian (halaman 72)

5. Esok lusa, ketika kesempatan membawa kau pergi jauh dari kampung ini, Burlian…. menjadi orang yang hebat di luar sana, maka jangan pernah melupakan di asal kau…. (Halaman 78)

6. …. yang jahat dari berjudi bukan soal kehilangan uang taruhannya. Proses judi itu sendirilah yang jahat. Judi seolah memberi jalan pintas, angan-angan indah. —Wak Yati kepada Burlian (halaman 97)

7. Terlepas dari banyak keterbatasan yang dimiliki sekolah, Pak Bin selalu mencari cara agar anak-anak didiknya terus datang ke kelasnya dengan semangat. (Halaman 140)

8. “Pak Bin bilang, sekolah bukan hanya tempat belajar menulis dan membaca. Sekolah juga tempat belajar banyak hal. Dengan sekolah akan banyak kesempatan yang datang… masa depan yang lebih baik… Kesenangan, keriangan. Jangan pernah berhenti percaya tentang itu.” Munjib hanya diam saja. Tertunduk (halaman 147)

9. “Kau akan sekolah, Nak. Tidak akan ada tembok yang bisa menghalangi dan menghentikanmu. Kau akan merobohkan semua penghalang. Kau akan tetap sekolah, Munjib, sepanjang kau meyakininya. Sepanjang kau tidak pernah berhenti percaya.” (Halaman 153)

10. Pak Bin terlalu jujur. Orang seperti dia selalu saja kalah oleh kemunafikan dan muka serakah banyak orang. (Halaman 160)

11. Pak Bin mengajar dengan baik, antusias, tulus, penuh gurauan, dan seperti biasanya pandai sekali bercerita. (Halaman 162)

12. “Ya Allah, semoga Engkau sayang kepada Pak Bin seperti dia selalu menyayangi kami.” (Halaman 163)

13. …. Jangan pernah menyerah…. Jangan pernah berhenti percaya … (halaman 166)

14. Bagi kami, PNS atau tidak, Pak Bin adalah guru kami. Catat itu. (Halaman 166)

15. Bukan semata-mata karena aku terikat kontrak pekerjaan, tapi lebih karena semua yang kukerjakan ini akan menjadi contoh baginya kalau berbuat baik bagi orang lain, bermanfaat bagi orang banyak, jauh lebih berharga dibandingkan apapun. Membangun jalan ini… ini semua bukan sekedar menumpahkan batu dan aspal, bukan sekedar membuat parit dan jembatan. Ini semua tentang masa depan orang-orang yang dilewati proyek jalan. Nakamura-saat saat mengobrol di atas bukit sambil melihat Bintang melalui teropong dengan Burlian (Halaman 187)

16. “Nyonya, aku belum pernah bertemu anak sesopan dan sepandai Burlian-Kun. Nyonya pasti mendidik dia dengan baik. — Nakamura kepada Mamak (halaman 188-189)

17. Dia menjadi “orangtua” yang hebat bagi anak-anak di setiap jengkal jalan yang dilewati rombongannya, menjadi orang yang dihormati dan disegani Penduduk kampung, mendapatkan rasa sayang dari orang-orang yang bahkan tidak dikenalnya, tidak sewarna kulit, apalagi se-bahasa. Tetapi itu semua justru tidak dia dapatkan dari anak satu-satunya. Maka aku memutuskan melakukan sesuatu. (Halaman 190)

18. “Jalan-jalan ini tidak pernah berujung… jalan-jalan ini akan terus mengalir melewati lembah-lembah basah, lereng-lereng gunung terjal, kota-kota ramai, desa-desa eksotis nan Indah,tempat-tempat yang memberikan pengetahuan,tempat-tempat yang menjanjikan masa depan… lantas jalan ini akan terusss… terus menuju pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara… dan dari sama kau bahkan bisa pergi lebih jauh lagi, menemukan sambungan jalan berikutnya…mengelilingi dunia… melihat seluruh dunia,masa depan anak-anak kampung, masadepan bangsa kalian. Masa depan kau yang penuh kesempatan, Burlian-Kun.” (Halaman 195)

19. “Burlian, di keluarga kita tidak pernah ada yang mengingkari janji. Kau hingga kapan pun tidak akan pernah melanggar janji. (Halaman 199)

20. Jangan pernah membenci Mamak kau, Burlian…. jangan pernah…. karena jika kau tahu sedikit saja apa yang telah ia lalukan demi kau, Amelia, Kak Pukat dan Ayuk Eli, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya pada kalian.” Nasehat Bapak pada Burlian saat ngambek sama Mamak-nya (Halaman 205)

21. Ya Allah… Mataku tiba-tiba terasa panas, berair, lantas menangis. …. Aku memeluk leher Mamak erat sekali. (Halaman 205) —saat Burlian tahu dari Bapak mengenai kisah melindungi dia erat-erat dari serbuan sengatan lebah saat usianya masih 3 tahun.

22. Laki-laki di keluarga kita semuanya pandai memasak. Itu termasuk mengerjakan pekerjaan lain. Tidak ada pekerjaan perempuan atau laki-laki. (Halaman 210)

23. Meskipun sering melawan, sering membantah, tetapi aku tidak pernah tega melihat Mamak bersedih. (Halaman 213)

24. Syukuran begini selalu efektif mendekatkan silaturahmi sambil sekalian berbagi rezeki sebagai tanda syukur atas nikmat yang melimpah. (Halaman 215)

25. Kau tahu, Burlian, bagi Mamak, Kau adalah segalanya. … Bagi Mamak kau selalu berbeda, Burlian. —Kak Eli kepada Burlian (halaman 217)

26. “Saya ingin Pak Bin diangkat jadi PNS.” (Halaman 240)

27. Benar, sebaiknya Jangan pernah melanggar janji denganku. Panjang urusannnya. (Halaman 244)

28. Pukat, Burlian, leluhur kita hidup bersisian dengan alam lebih dari ratusan tahun. Mereka hidup dari kasih sayang hutan yang memberikan segalanya. Maka sudah sepatutnyalah mereka membalas kebaikan itu dengan menjaga hutan dan seluruh isinya. Kata Paman Unus (Halaman 254)

29. Bapak tertawa menengahi. “Percaya sajalah. Tidak akan banyak anak laki-laki yang bisa menaklukan hati Gadis dengan pemahaman hidup setangguh dan seberani Eli!” (Halaman 266)

30. “Bapak setuju, Eli. Itu juga merusak hutan. Penduduk kampung hanya mengambil seperlunya saja, menebang sebutuhnya. Mereka punya batasan. Jangan pernah mengambil semua rebung tanpa menyisakan tunasnya untuk tumbuh lagi. Jangan pernah menebar racun atau menjulurkan kawat setrum di sungai yang akan membuat telur dan ikan-ikan kecil juga mati, padahal esok-lusa dari merekalah sungai akan terus dipenuhi ikan-ikan. Jangan pernah menebus umbat rotan semuanya. Itu yang disebut “Kebijakan leluhur kampung.” (Halaman 273-274)

31. Burlian mau sekolah di tempat yang buku-bukunya menumpuk seperti gunung… guru-guru hebat seperti Pak Bin…. Burlian mau melihat dunia… menaiki kapal-kapal… melihat gedung tinggi.. bandara —“ Aku tersedak saking semangatnya. …. “Maka biarlah itu menjadi kenyataan, Burlian. Biarlah…”(Halaman 313)

32. Mamak benar. Cerita Mamak tentang hari kelahiran-ku itu benar. Burung ini berbunyi karena melihat sesuatu di bawahnya. Bukan liang lahat yang menganga, burung ini berbunyi karena terganggu. Maka aku tahu jawabannya. (Halaman 319)

33. “Burlian akan baik-baik saja.” Bapak tersenyum. “Ah, setiap kali ada seseorang yang akan pergi, maka sejatinya yang pergi sama sekali tidak perlu dicemaskan. Dia akan menemukan tempat-tempat baru. Berkenalan dengan orang-orang baru. Melihat banyak hal. Belajar banyak hal. Dia akan menemukan petualangan di luar sana. Sementara yang ditinggalkan… nah, itu baru perlu dicemaskan. Lihatlah, Mamak kau menangis macam anak kecil saja.” (Halaman 324)

34. Hari-hari berlalu cepat sejak aku sekolah di Jakarta. Pak Bin keliru soal itu, sungguh keliru. Di sini bangunan perpustakaannya jauh lebih besar lagi. Bertingkat empat. Ada ribuan buku yang tidak akan bisa kuhabiskan selama bertahun -tahun. Dan aku bisa berkenalan dengan teman-teman baru. Melewati pengalaman-pengalaman baru. (Halaman 326)


Hal yang membuat saya selalu tertarik dan tidak bosan membaca buku-buku karya Tere Liye, salah satunya Tere Liye menyajikan buku dengan banyak genre. Dari puluhan buku yang sudah ditulisanya, berikut ini buku-buku Tere Liye yang sudah saya baca dan review:

NOVEL GENRE ANAK-ANAK & KELUARGA :

GENRE ROMANCE : 

GENRE FANTASY:

GENRE POLITIK & EKONOMI:

GENRE ACTION:

Genre science and fiction bercampur romance, lingkungan hidup:

Genre Biografi tapi tidak pure lebih banyak unsur refleksi: 

KUMPULAN PUISI:

KUMPULAN QUOTE:

GENRE SEJARAH:

GENRE BIOGRAFI

Buku Cerita Anak Bergambar versi Bahasa Indonesia yang sudah terbit bukunya:

BUKU TERE LIYE Yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris

Buku-Buku Serial Karya Tere Liye:

Ebook yang sudah baca di Google Play Book

Baca juga:

Baca juga:

Happy reading!

5 thoughts on “[Review Buku]: SI ANAK SPESIAL Karya Tere Liye

      1. Khuzaemah Kajen

        Sebenarnya bapaknya burlian (Badrun Syahdan) itu lulus sd apa nggak sih?
        Di buku burlian sampai kelas 3
        Di anak cahaya malah smp?

        Liked by 2 people

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s