Sinopsis
Johansyah Ibrahim, seorang pemuda Indonesia yang sedang belajar ilmu PR (Public Relations) di University of Leeds, Inggris, tak pernah menyangka keputusannya untuk datang ke London melihat prosesi pemakaman Putri Diana Spencer bersama beberapa teman kampusnya, akan menjadi titik balik dalam kisah cinta dan mengubah jalan hidupnya selamanya.
Di tengah murung musim gugur yang mengurung kota, Jo mengalami beragam peristiwa yang bersentuhan dengan bermacam jenis hati wanita, selama sepekan yang riuh oleh liputan media dan ziarah jutaan manusia. Ketika prosesi pemakaman usai, Jo harus menetapkan pilihan siapa wanita yang akan bertakhta dalam singgasana cintanya. Dia tak bisa bermain hati karena setiap pesona romansa memancarkan elegi dan tragedinya sendiri.
Saya sangat tertarik sekali dengan judul buku ini ‘Dilarang Bercanda dengan Kenangan’ sejak pertama kali lihat infonya di Instagram bukurepublika’. “Wah kayaknya seru nih!” pikir saya. Apalagi pas lihat covernya ada Big Ben, membuat saya kangen dengan kota London, dan sekaligus penasaran dengan isi buku ini. Akhirnya, buku incaran di bulan Desember ini, alhamdulillah sampai ke tangan saya 😊
Baca juga: Resensi buku Komet Minor (terbit Maret 2019), Komet, serta Ceros dan Batozar karya Tere Liye
Johansyah Ibrahim, biasa dipanggil Jo. Seorang pemuda yang sedang belajar PR (Public Relation) di University Of Leeds. Di kelasnya, ada 24 mahasiswa yang berasal dari berbagai negara berbeda. Dia akrab dengan Zain dari Malaysia, Fatima dari Maroko, Nicole dari Prancis, Gaby dari Argentina, Igor dari Bulgaria, Katyusha (Kat) dari Rusia, Duyen dari Vietnam.
Lewat buku ini, kita akan dibawa ke setting tahun 1997, suasana kematian Putri Diana Spencer. Singkat cerita, Jo duluan berangkat ke London, disusul kemudian oleh Gaby, Nocole, Duyen, Igor dan Kat dengan satu tujuan: menghadiri pemakaman langsung Putri Diana. Sebelum bertemu teman-temannya yang menyusul esok harinya. Jo, tak sengaja bertemu dengan seorang journalist The Jordan Times di Montparnasse Cafe. Wanita asal Irak keturunan Rumania dan Kurdi ini bernama Khaleeda O. Jderescu, dipanggil Aida. Berkat kebaikan hati wanita tersebut, Jo yang awalnya tidak memiliki tempat menginap (semua hotel penuh karena banyak wisatawan juga yang datang untuk menghadiri pemakaman), KBRI pun penuh, bahkan satu-satunya harapan untuk bisa menginap di apartemen Pakdenya sirna, karena Pakde dan Budenya sedang ke Indonesia. Jo dan Aida menginap di Harrods Room. Dari situlah konflik satu per satu muncul. Ada banyak kejutan yang tersaji dalam novel ini, seperti pernikahannya Jo dengan Tiara. Ceritanya susah ditebak dengan ending tidak terduga 😂
Baca : review buku Anak Rantau karya A. Fuadi
Selain itu, kita juga diajak ke masa tahun 1998, saat orde baru tak berkuasa lagi, yang mempengaruhi perekonomian saat itu, harga dollar yang melambung tinggi, kemudian munculnya reformasi, hingga bencana tsunami. Alur ceritanya maju mundur. Ada banyak lokasi dalam novel ini, seperti London, Leeds, Tiara dan Jo yang berbulan madu ke Paris, terus ke Kaimana di Papua Barat (saya baru tahu tempat tersebut dari novel ini, akhirnya searching karena penasaran sama lokasi ini, dan ternyata keren), perjalanan umrah Jo dan Ibunya, hingga ke Aceh. Tentu saja settingnya banyak di kota London dan berhubungan dengan covernya. Lalu, pertanyaannya adalah, apakah pernikahan Jo dan Tiara bertahan lama? bagaimanakah hubungan Jo dan Aida pada akhirnya? Temukan jawabannya dalam novel ini 😊
Baca juga : buku – buku yang saya baca di tahun 2018
Moral of the story dari novel ini jelas sekali, dilarang bercanda dengan kenangan, karena sekecil apa pun kenangan akan mempengaruhi keadaan di masa depan, apalagi kalau kenangannya sulit dilupakan, karena pada dasanya kenangan tidak bisa dihapus, jadi berhati-hatilah dalam memilih mana kenangan yang perlu diingat, dan mana kenangan yang cukup berlalu saja tanpa perlu diingat, kalau perlu tutup buku saja, agar bisa berdamai dengan diri sendiri juga kenangan. Sehingga bisa menatap dan menjalani masa depan dengan lebih baik. Agar tidak ada penyesalan di kemudian hari dan bisa menyengsarakan hati. Sekeping kenangan dimasa lalu, apabila tertanam begitu dalam dalam ingatan, maka bisa jadi tanpa kita sadari akan sangat mempengaruhi kondisi kehidupan kita baik di masa kini maupun di masa yang akan datang.
Judul Buku : Dilarang Bercanda Dengan Kenangan
Penulis : Akmal Nasery Basral
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun Terbit : Cetakan I, November 2018
Jumlah Halaman: 468 halaman
Berikut ini beberapa kalimat favorit saya dalam buku Dilarang Bercanda dengan Kenangan:
- “Kini aku di depanmu, Aida. Tangan Tuhan memang bekerja mempertemukan kita, menunjukkan jalan cinta yang pernah terlupakan. Kita bisa mulai lagi semuanya dari pertama. Bagaimana menurutmu, Frumoasa?” (Frumoasa (bahasa Rumania) = cantik) (Halaman 4)
- Akibat begitu mudahnya menemukan lulusan kampusku di segala bidang pekerjaan, maka berkembangkah kelakar bahwa jangan-jangan kepanjangan IPB adalah ‘Institut Pleksibel Banget’. Sebagian kawanku menganggapnya terlalu serius sebagai olok-olok yang sinis dari orang-orang yang iri. Aku justru melihatnya sebagai pujian terselubung akan potensi alumni yang siap ditempa di mana saja, dengan metodo apa saja, untuk menjadi siapa saja. “Pleksibel itu kata yang bagus, karena menunjukkan kemampuan kita membangun negeri di berbagai bidang,” ujarku dalam sebuah pertemuan alumni. (Halaman 10)
- “Jangan minder dengan orang yang dua kali lebih pintar. Jika kau belajar dua kali lebih keras minimal kau akan sejajar.” (Halaman 12)
- Aku juga selalu menjadi karyawan yang lebih lama menghabiskan waktu di kantor. Datang lebih cepat dari karyawan yang paling awal, dan pulang setelah karyawan terakhir meninggalkan ruangan. Aku menjadi seorang pecandu kerja, atau lebih persisnya, seperti seekor ikan yang bahagia bertemu samudera. (Halaman 15)
- Kuarungi kekuasan semesta literatur dengan pikiran melantur: membayangkan betapa enaknya jika otakku bekerja seperti mesin fotokopi yang bisa mereplika halaman demi halaman buku, dan membacanya belakangan ketika ada waktu. Tetapi otakku bukan mesin, dan dompetku yang tipis tidak bisa diandalkan untuk menggunakan mesin fotokopi perpustakaan, karena tebal buku yang rata-rata setinggi bantal. Aku tetap harus berhemat. Maka tak ada jalan lain kecuali harus membaca halaman demi halaman, dengan sesekali membuat catatan dan ringkasan. Itu kulakukan sampai jam tutup perpustakaan. (halaman 17)
- “Salah satu yang kupelajari dari keunggulan bangsa ini adalah kebanggaan menggunakan produk buatan sendiri. Semangat itu yang kuserap dan praktikan sepulang dari London.” (Halaman 50)
- “Saya telah belajar bahwa cara mendapatkan kebahagiaan adalah dengan membatasi keinginan bukan dengan berusaha melampiaskannya. – John Stuart Mill (Halaman 51)
- “Luck is not chance, it’s toil; fortune’s expensive smile is earned. Nasib baik itu bukan sebuah kebetulan, melainkan hasil jerih payah. Maka senyum keberuntungan yang mahal itupun diperoleh.” – Emily Dickson (halaman 52)
- Aku sekedar mengingatkan agar kau hati-hati. Tidak semua orang asini itu baik. Apalagi jika tak kenal sebelumnya. (Halaman 72)
- Aku menghormati Iman orang lain, tapi menurutku akan lebih mudah merawat pernikahan jika satu iman karena keduanya akan berbicara dalam spiritualitas yang sama, dan menyelam dalam samudera relijiusitas yang sama pula. (Halaman 85)
- Pesan Ibuku “Kamu boleh berteman dengan perempuan mana saja, yang memiliki keyakinan apa saja. Tetapi untuk menjadi istrimu, harus satu iman karena pernikahan itu berat. Sangat berat. Bahkan pasangan yang satu iman pun tidak sedikit yang gagal pernikahan mereka.” (Halaman 86)
- “Inilah yang kusukai dari bangsa ini, mereka bekerja keras untuk memperbaiki sesuatu yang buruk, salah rancang, tidak fungsional, menjadi sesuatu yang bermanfaat, simbol bangsa, dan kini menjadi salah satu pusat wisata dunia.” (Halaman 94)
- Apa yang menurut orang lain bagus belum tentu menurut kita bagus, dan sebaliknya. (Halaman 104)
- “Siapa pun temanku, apa pun latar belakang dan agamanya, kalau mereka meminta bantuan kepadaku dan aku bisa membantu, maka akan aku lakukan meski mungkin ak tidak setuju dengan pendapatnya dalam soal lain. Buatku, hidup adalah soal bantu membantu sesama manusia. Hari ini aku membantumu, tapi hari lain bisa jadi aku yang perlu bantaunmu. (Halaman 104)
- “Hebat! Aku selalu takjub melihat orang-orang sepertimu yang bangkit dari keputusasaan dan berdiri tegak menghadapi masa depan.” (Halaman 119)
- “Kata penjualnya blue bell memiliki makna gratitude, everlasting love, and constancy.” (Halaman 157)
- “Hidup ini sudah terlalu sumpek dengan banyak hal negatif di sekeliling kita. Kebencian, gosip, fitnah, dendam, saling menjatuhkan, saling menyebar aib. Cuma kita yang bisa membentengi diri sejak awal dengan cara berpikir positif, dan dibantu keluarga. Itu yang Papa selalu ajarkan pada kami sejak kecil. Jangan sampai termakan pikiran negatif tentang orang lain kerena itu tidak merugikan siapa-siapa selain diri sendiri. (Halaman 194)
- “……. tapi Jo sebagai makhluk sosial adalah milik kita bersama, milik kalian semua ssbagai sahabat-sahabatnya di Leeds. Jangan sampai persahabatan kalian renggang karena aku. Kalian akan lebih sering bertemu dan berinteraksi dengan Jo selama di Leeds dibandingkan aku. Tolong jaga dia dengan seluruh cinta kalian sebagai sahabat-sahabatnya…” (Halaman 210)
- Sekarang pendapatmu soal aku yang relijius dan melakukan banyak ibadah. Ini juga ada dua sisi. Pertama, apa yang dilihat mata manusia belum tentu itu juga yang dilihat Tuhan. Kamu menyebut aku relijius bisa jadi karena hanya melihat dari penampilan luarku yang sepintas ini. Belum tentu kalau kamu nanti punya kesempatan lebih dekat melihat semua perbuatanku, perkataanku, pikiranku-pikiranku, kamu akan tetap berikpikiran sama. Dan ini berkaitan dengan faktor kedua bahwa kalaupun—sekali lagi aku memang relijius dan banyak ibadah seperti kamu bilang, sebetulnya itu karena aku sedang menyibukkan diri dengan mendidik diriku dendiri agar tidak punya waktu menilai orang lain. Kelemahanku masih banyak Kat, begitu juga aib-aibku.” (Halaman 250)
- “….. lalu kenapa aku membantu kalian dan bergaul dengan kalian? Karena kita sama-sama ciptaan-Nya, sama-sama makhluk. Sebagai makhluk kita diciptakan tidak sempurna, butuh kerjasama dengan makhluk lain agar saling menyempurnakan. Kamarin kalian butuh bantuanku, tapi hari ini atau besok bisa jadi aku yang butuh bantuan kalian. Tugas utama kita sebagai sesama makhluk di bumi ini, menurutku, adalah selalu saling membantu dengan tulus tanpa melihat apa agamanya, latar belakang budaya dan tradisinya, all warna kulitnya ….” (Halaman 251)
- “Jadi semua kembali kepada karakter manusia yang bersangkutan. Sehingga kalau pun ada orang-orang yang kamu sebut berpenampilan seperti diriku yang bersikap tertutup dan eksklusif, Kat, mungkin juga berkaitan dengan sikap mereka yang pemalu karena berasal dari budaya berbeda dengan mayoritas masyarakat di sini. Mungkin bahasa Inggrisnya masih kurang bagus, mungkin karena banyak kesibukan lain sehingga tidak sempat ikut nongkrong dan jadwalnya hanya kuliah-pulang saja, serta berbagai kemungkinan lain yang mungkin kita tidak tahu pasti. Kalau ternyata kita belum pernah mengetahui pengalaman orang lain dengan rinci, sehingga sebenarnya kita tak tahu apa-apa tentang dia, lantas siapa yang sebenarnya ‘sombong’ dalam hal ini? Apakah orang yang menilai atau yang dinilai?” (Halaman 251-252)
- “Kalau sudah di perpustakaan, aku juga seperti ikan yang kebingungan di tengah samudera, saking banyaknya hal yang bisa diambil.” (Halaman 252)
- Dulu Ibuku pernah berpesan, ‘Jika kau dewasa kelak Aida. Kamu akan menemukan banyak tipe lelaki di sekitarmu. Dari sekian banyak lelaki itu cukup kau perhatikan satu saja: lelaki yang bertanggung jawab. Ketika kau menemukannya, dan dia belum terikat dengan perempuan lain, jangan biarkan lelaki dengan kualitas seperti itu melintas begitu saja di depanmu.” (Halaman 255)
- “Ujian kehidupan itu datang dalam berbagai bentuk. Ada yang melalui masalah Keuangan, problem kesehatan, dan banyak lagi. Sepanjang kalian saling menguatkan, tak ada masalah yang tak bisa diatasi.” (Halaman 307)
- “Meski ada orangtua, buat perempuan kalau sedang sakit dan ada suami disampingnya rasanya lebih menguatkan hati. Ada hal-hal yang membuat rikuh kalau harus disampaikan ke orangtua atau diurusi orangtua. Tapi dengan suami bisa lebih terbuka.” (Halaman 319)
- “Jangan pernah putus asa. Jo, adikku, kau sebagai suami, sebagai imam keluarga, harus lebih banyak berbuat baik pada orang lain, bersedekah. Lebih banyak lagi beribadah. Dan karena kedua pasang orangtua kalian masih hidup, juga lebih banyak dan lebih serius lagi dalam birrul walidin, berbakti kepada orangtua.” (Halaman 321)
- “Kamu sama sekali tak terlihat sakit, Fatima.” “Karena memang aku tidak mau terlihat seperti itu, oleh orang lain.” (Halaman 322)
- Tetapi seperti berbagai hal lainnya dalam hidup, seringkali keinginan tak bisa tercapai 100 persen seperti yang diinginkan. Harus ada kompromi di satu sisi untuk bisa mendapatkan sisi yang lain. (Halaman 356)
- “Perjuangan rumah tangga yang sering berat di awalnya, kadang-kadang tak seperti harapan ideal. Memulai dari bawah bersama-sama, kerja keras, saling setia, jangan terhanyut dalam gaya hidup glamor, hiduplah yang realistis saja, Insha Allah nanti perlahan-lahan kehidupan kalian akan membaik.” (Halaman 357)
- “Kata orang bijak ‘tidak ada yang tidak sempat, yang ada hanyalah tidak diprioritaskan. Kalau kamu prioritaskan, pasti akan kamu sempatkan.” (Halaman 364)
- “Hadapi masalah, cari jalan keluar, berpikir positif, berani bertindak, dan lanjutkan hidup dengan rencana baru. Jika Tiara bisa, kamu juga bisa, Jo. Jangan terpaku pada masa lalu. Jangan bercanda dengan kenangan! Bangkit dan mulai lagi lembaran baru hidupmu.” (Halaman 396)
- Betapa anehnya hidup, ketika satu peristiwa yang terlihat independen ternyata mengakibatkan terjadinya peristiwa lain. Terjadi interkoneksi yang awalnya terlihat musykil, namun kini semakin kusadari bahwa atas izin Allah Yang Maha Kuasa, tak ada yang mustahil terjadi jika Dia sudah berkehendak. (Halaman 418)
- “Itulah esensi waktu yang bisa seperti pedang,” sahut Fatima. “Dia bisa menjadi alat yang bermanfaat, tapi bisa juga menjadi alat yang mengecam bagi seluruh kenangan yang pernah kita lakukan.” (Halaman 420)
- “Setiap kita akan mempertanggungjawabkan perbuatan kita masing-masing kepada Tuhan di hari pengadilan nanti. Aku asumsikan, karena kita semua orang dewasa, kita semua sudah memikirkan dengan matang semua pilihan yang kita lakukan dalam hidup ini, bahkan semua tidak berakhir ketika, melainkan perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai setelah kita mati. Perjalanan menuju keabadiaan. (Halaman 421)
- Yang tak terduga adalah kemunculan sekeping kenangan masa lalu yang sempat mewarnai satu dekade terakhir. (Halaman 461)
- “Kalau saja kita bisa bercanda dengan kenangan, Jo.” …. “Ternyata jodohku memang di Indonesia, namun datangnya melalui cara yang tak kumengerti. Dua bulan lagi kami menikah, Jo. Maafkan aku, cintaku yang tak pernah hilang, maafkan aku.” (Halaman 463)
Happy reading! 📚📖😊
With Love, ❤️💕
Sbentar sebentar, saya gagal fokus dengan sampulnya. Itu sobek kah?
Anyway, nampaknya ceritanya oke nih. Saya suka novel yang deep message begini. Yang butuh pemahaman dan perenungan agak panjang. Saya paling suka kutipan nomor 7. Saya tebak coba ya… Mbak Ai suka nandain kalimat yang bagus ya dari buku-buku? Bener nggak? Kalo bener, kita toss dulu hahaha. Terus kasih saya hadiah buku #Lhaa
Masuk keranjang belanja aah~ Makasih ulasannya ya 😀
LikeLiked by 1 person
Iya kak, covernya seperti itu…
Nice story meskipun endingnya, mmm kasih tau gak ya? 😆
Ayo tebak, happy ending apa sad ending?
Wah tebakannya tepat sekali, Kak 👏👏👏
Biasanya kalau sempat saya kasih stabilo, atau kadang langsung nulis di note smartphone halaman yg kutipannya saya suka 😊
Tooosss!
Lha, kok ujungnya gak enak kak? 😆
Pinjem buku, bolehlah 😃
Kasih buku, kupikir-pikir dulu 😛
Sama-sama Kak, selamat berbelanja dan membaca buku ini, semoga suka ❤️
LikeLike
Terima kasih atas reviewnya ya, Ai.
LikeLiked by 1 person
Sama-sama.
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya dan membaca review-nya 😊
LikeLike