[Review Bukul] Serial Anak-Anak Mamak : ELIANA Karya Tere Liye

Sumber foto: Goodreads

Judul buku : ELIANA
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : cetakan I, Januari 2011
Halaman : iv + 518 halaman
Ukuran : 13,5 cm x 20,5 cm

Sinopsis :

Selamat datang di dunia yang tidak pernah kalian bayangkan. Di mana rasa ingin tahu, proses belajar, menyatu dengan kepolosan, kenakalan, hingga isengnya dunia anak-anak. Selamat datang di sebuah petualangan hebat, ketika persahabatan, pengorbanan, dan pemahaman yang baik atas kehidupan tumbuh dari wajah-wajah ceria terus melekat hingga mereka tumbuh dewasa.

Adalah Eliana, anak sulung Mamak yang pemberani, bersama tiga rekannya, membentuk geng dengan sebutan ’empat buntal’. Berempat mereka kompak, bahu-membahu melewati hari-hari seru, kejadian suka-duka, pantang menyerah. Bahkan, melawan kerakusan di kampung kecil dengan sabuk sungai, dikelilingi hutan, dan dibentengi bukit-bukit hijau. Adalah Mamak yang membesarkan anak-anak dengan disiplin tinggi, tegas, akhlak tidak tercela, serta tanpa kompromi. Dan adalah Bapak yang selalu riang, memberikan teladan dari perbuatan, serta selalu bijak menyikapi masalah.

Eliana buku ke-4 dari Serial Anak-anak Mamak, setelah Burlian (buku ke-2), Pukat (buku ke-3), dan berikutnya Amelia (buku ke-1 yang terbit 2011). Inilah serial terbaik untuk memahami kasih-sayang keluarga, kesederhanaan, serta keteguhan tekad berbuat baik. Selamat datang di dunia yang semoga kita temukan dalam kehidupan keluarga masa depan yang lebih baik.

“Jangan pernah membenci Mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang Ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian

“Serial ini sangat direkomendasikan untuk bacaan keluarga. Sarat makna dengan bahasa yang memikat.” —Ardhani Reswari, blog di Kompasiana.com
“Eliana menantang kita semua untuk semakin peduli lingkungan lewat mozaik cerita ‘nakal’ nya dengan anak-anak yang kaya warna dan sangat indah.@. —Kak Seto, Pembina Komnas Anak

Seru sekali membaca cerita si sulung Eliana ini. Ternyata jadi anak sulung itu

tidak enak, dan Eli benci jadi anak pertama! Temukan keseruannya dalam buku ini. Karakter-karakter dalam buku ini tentu saja adik-adik Eli: Pukat, Burlian, dan Amelia. Mamak, Bapak, Wak Yati, Pak Bin, Nek Kiba, Mang Unus, Mang Dullah, dan geng-nya Eli si Pemberani. Karakter antagonisnya bernama Johan.
Awalnya geng “Empat Buntal” beranggotakan Eli, Hima, Damdas dan Marhotap. Sayangnya salah satu angotanya, Marhotap meninggal. Pada akhirnya geng “Empat Buntal” salah satu penggantinya adalah Anton, sahabatnya Marhotap.
Eli memperoleh lisensi praktek pengacara dalam usia yang Amat muda. Bahkan ketika Burlian dan Pukat masih sibuk Kuliah di Tokyo dan Amsterdam, Eli sudah membuka kantor praktek sendiri. Hima menjadi guru di SD lama mereka, Damdas sukses menjadi petani karet. Sedangkan Anton, ia menjadi pedagang besar pedagang besar di Kota.
Buku ini lebih tebal daripada buku milik ketiga adiknya di masing-masing buku berjudul Pukat, Burlian, Amelia. Tapi karena cerita nya seru, menyentuh, lembar demi lembar menyajikan berbagai suka duka yang dialami Eli sebagai anak sulung. Yang paling menyentuh pas Eli menginap di rumah Wak Yati, mengira Mamak tidak sayang, pada hal Mamak begitu sayang pada Eli dan semua anaknya 😂😂😂
Di setiap Bab buku milik anak-anak Mamak, selalu ada cerita tentang kesalah pahaman anak-anak terhadap Mamak yang mengira Mamak tidak sayang, padahal Mamak sangat mencintai mereka 😂😂😂 Di bab tersebut pasti saya menangis antara sedih, terharu, dan makin cinta dengan sosok Mamak ❤
Selain karakter Mamak, cerita yang selalu membuat saya terharu juga tentang Pak Bin, yang begitu tulus mendidik murid-muridnya 👍  Dan yang paling seru tentu saja bagian aksi Eli bersama geng-nya.

Baca: Anak Rantau karya A. Fuadi

SUBSCRIBE AISAIDLUV

Berikut ini kalimat-kalimat favorit saya dari buku Eliana:
1. Kita semua paham, sungai, hutan, lembah, secara hukum bukan milik kita. Bahkan, tanah dan rumah penduduk saja tidak banyak tang bersertifikat. Urusan ini sungguh bukan sekedar bilang ‘tidak’ . Kita harus pintar tahan banting, dan punya daya tahan menghadapi mereka. Hanya dengan itu kita bisa memastikan seluruh warisan hutan dan kebijakan leluhur kampung bertahan puluhan tahun. (Hal. 21)
2. Jangan pernah bersedih ketika orang menilai hidup kita rendah. Jangan pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan tidak pernah tertukar. Boleh jadi orang-orang yang menghina itulah yang lebih hina. Sebeliknya, orang-orang yang dihinalah yang lebih mulia. Kalian tidak harus selalu membalas penghinaan dengan penghinaan, bukan? Bahkan, cara terbaik menanggapi olok-olok adalah dengan biasa-biasa saja. Tidak perlu marah. Tidak perlu membalas. (Hal. 32)
3. Kau tahu Syahdan, hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri kepadamu. Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun ia menggenggamnya erat-erat. (Hal. 81)
4. Takutlah berbuat jahat, mengambil hak orang lain. Takutlah menganiaya, berbohong, mencuri, dan merendahkan harga diri. Takutlah atas hal-hal seperti itu, sesuatu yang lebih sejati. Maka kalian tidak akan pernah takut dengan apapun lagi. (Halaman 139).
5. Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya, janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang yang mengajak pada kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik.” (Halaman 257).
6. “Esok lusa kau akan melihat banyak hal, Eli. Mengerti banyak hal. Tidak hanya mengenal hutan dan sungai kampung kita. Esok lusa kau akan menjadi seseorang yang tangguh dan amat berbeda. Kau akan menjadi putri sulung kebanggaa Mamak kau.” Aku mengangguk, balas memeluk Bapak. (Halaman 337)
7. Jangan pernah meremehkan anak perempuan. Kau juga benar kalau laki-laki dilahirkan lebih kuat, lebih cepat. Tapi bukan berarti perempuan tidak punya kelebihan. Esok lusa, kau akan tahu, dimana-mana, di bidang apapun, perempuan bisa terlibat dan melakukan segala hal sebaik laki-laki. Sejatinya kita memang tidak boleh saling meremehkan. (Halaman 296)
8. Malam itu aku tahu, kalimat hebat itu selalu benar. Jika kau tahu sedikit saja apa yang seorang Ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengorbanan , rasa cinta, rasa sayangnya kepada kalian. (Halaman 393).
9. Apa cita-citaku? Aku ingin menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Kalian jangan tertawa dulu. Bukan pembela kebenaran dan keadilan mac pahlawan kartun di film-film yang sering ditonton Pukat, melainkan pembela orang-orang lemah dan tersisihkan. Pembela atas lingkungan hidup yang terancam. Pembela kampung kami, hutan-hutan kami, sungai, lembah, bahkan bunga bangkai yang mekar dengan bau menyesakkan. Aku, Eliana si Anak Pemberani, sulung Bapak dan Mamak akan menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Berdiri paling gagah, paling depan, paling nomor satu. (Halaman 447).
10. Ada suatu masa di antara masa-masa. Ada satu musim diantara musim-musim. Saat ketika alam memberikan perlawanan sendiri. Saat ketika hutan, sungai, lembah, dan membalas sendiri para perusaknya. (Halaman 471).
11. Anak mudalah yang menentukan seperti apa masa depan suatu bangsa. “Di seluruh dunia, di masyarakat apapun, pemuda memegang kunci perubahan, menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.” (Halaman 473)
12. Akulah Eliana. Anak Gadis, sulung kebanggaan Mamak. Akulah Eliana. Usiaku sekarang tiga puluh dua tahun. Pengacara nomor satu di negeri ini. Bukan nomor satu dalam hal kekayaan, terkenal, polularitas, tapi nomor satu yang berdiri gagah di depan ketidakadilan. Akulah Eliana, si Anak Pemberani. (Halaman 516).
13. Kalimat Bapak terngiang di kepalaku, urusan ini bukan sekedar bilang ‘tidak’, Eli. Kita harus pintar, tahan banting dan punya daya tahan menghadapi mereka. Hanya dengan itu kita bisa memastikan seluruh warisan hutan dan kebijakan leluhur kampung bertahan puluhan tahun. (Halaman 518).
Selamat membaca buku Eliana.


SUBSCRIBE AISAIDLUV

Hal yang membuat saya selalu tertarik dan tidak bosan membaca buku-buku karya Tere Liye, salah satunya Tere Liye menyajikan buku dengan banyak genre. Dari puluhan buku yang sudah ditulisanya, berikut ini buku-buku Tere Liye yang sudah saya baca dan review:

NOVEL GENRE ANAK-ANAK & KELUARGA :

  1. Hafalan Solat Delisa,
  2. Moga Bunda Disayang Allah,
  3. Bidadari-Bidadari Surga  recover dan retitle mrnjadi Dia adalah Kakakku,
  4. Eliana, recover dan retitle menjadi Si Anak Pemberani,
  5. Burlian, recover dan retitle menjadi Si Anak Spesial,
  6. Pukat,   recover dan retitle menjadi Si Anak Pintar,
  7. Amelia,recover dan retitle menjadi Si Anak Kuat,
  8. Si Anak Cahaya
  9. Si Anak Badai,

GENRE ROMANCE : 

  1. Berjuta Rasanya,
  2. Sepotong Hati Yang Baru
  3. Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin,
  4. Sunset dan Rosie,
  5. Aku Kau dan Sepucuk Angpau Merah,

GENRE FANTASY:

  1. Ayahku Bukan Pembohong,
  2. Sang Pengintai, recover menjadi Harga Sebuah Percaya,
  3. Bumi,
  4. Bulan,
  5. Matahari,
  6. Bintang,
  7. Ceros & Batozar
  8. Komet
  9. Komet Minor
  10. Selena (unedited version),
  11. Nebula (unedited version)

GENRE POLITIK & EKONOMI:

  1. Negeri Para Bedebah,
  2. Negeri di Ujung Tanduk.

GENRE ACTION:

  1. Pulang
  2. Pergi

Genre science and fiction bercampur romance, lingkungan hidup:

  1. Hujan 

Genre Biografi tapi tidak pure lebih banyak unsur refleksi: 

  1. Rembulan Tenggelam di Wajahmu

KUMPULAN PUISI:

  1. Dikatakan atau Tidak Dikatakan Itu Tetap Cinta
  2. Sungguh, Kau Boleh Pergi

KUMPULAN QUOTE:

  1. #About friends
  2. #About Love,   
  3. About Life

GENRE SEJARAH:

  1. RINDU

GENRE BIOGRAFI

  1. TENTANG KAMU 

BUKU TERE LIYE Yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris

5 Cara membaca buku tanpa harus membeli buku

Happy Reading! 😊
With Love 💗

2 thoughts on “[Review Bukul] Serial Anak-Anak Mamak : ELIANA Karya Tere Liye

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s