Jarak antara akhir yang baik dan akhir yang buruk dari semua cerita hari ini hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu kepedulian. Kepedualian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar. (halaman 358).
Identitas buku
Judul buku : NEGERI DI UJUNG TANDUK
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2015. Cetakan kesepuluh , April 2016
Jumlah Halaman : 360 Halaman
Sinopsis:
Di negeri di ujung tanduk
kehidupan semakin rusak,
bukan karena orang-orang jahat semakin banyak,
tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.
Di Negeri di ujung tanduk
para penipu menjadi para pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan,
bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan,
tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.
Tapi di Negeri Ujung Tanduk
setidaknya, Kawan, seorang petarung sejati akan memilih jalan suci,
meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata,
dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan
Sekuel dari NEGERI PARA BEDEBAH, ini juga seru! Tere Liye memang juara ya, tidak cukup dengan buku pertama, buku keduanya: NEGERI DI UJUNG TANDUK, juga tidak kalah seru! Novel dengan genre Ekonomi dan Politik ini, memang termasuk berat dari puluhan karya novel Tere Liye pada umumnya. Tapi buat kamu yang menikmati karya-karya Tere Liye, seberat apapun tema cerita yang diangkat, menurut saya, selalu worth it to read! Saya
salut sekali dengan penulisnya yang mampu mencoba berbagai genre. Tere Liye ini memang selalu menyuguhkan hal yang baru, mencoba berbagai genre tulisan, sehingga saya sejauh ini belum bosan dan terus mengikuti buku-buku karya Tere Liye.
Jika di Negeri Para Bedebah, Thomas di tokoh utama berprofesi sebagai konsultan muda di bidang ekonomi yang fasih luar dalam seluk beluk perekonomian. Di Negeri di Ujung Tanduk, Thomas berkecimpung dalam hitam putih dunia politik.
Seperti kita ketahui, dunia politik adalah dunia yang tidak bisa dibedakan mana hitam mana putih. Kawan bisa jadi lawan. Main tusuk belakang. Menjatuhkan lawan tidak hanya dengan kekerasan, sekarang yang paling kejam adalah dengan cara pencitraan seperti yang menjadi isu hangat di dunia perpolitikan Indonesia. Siapa yang tidak searah, niscaya citranya diobrak-abrik. Yang benar menjadi salah, dan begitu pula sebaliknya.
Di zaman digitalisasi sekarang ini, dunia maya sangat berpengaruh sekali di dalam kehidupan nyata. Contohnya saja saat pemilihan presiden Amerika. Barack Obama berkampanye lewat facebook, merangkul kaum muda. Adik angkatan ada yang skripsinya meneliti tentang ini. Belum lagi contoh salah satu sebuah pemilihan gubernur di Indonesia. Ada banyak sekali ‘manusia maya’ yang menguasai politik. Saling menjatuhkan. Saling menikam. Tugas mereka menangani ramainya lalu lintas jejaring sosial. Mereka membaca bahkan ribuan bahkan jutaan kicauan di jejaring sosial, mencari pola arah percakapan, topik apa saja yang menarik, topik apa saja yang buruk di mata pemilih. Mereka juga memberikan rekomendasi strategi kampanye di dunia internet. Jejaring sosial adalah masa depan politik.Kuasai dunia maya, maka menaklukkan dunia nyata lebih mudah.
Baca juga: Resensi buku Komet Minor, Komet, serta Ceros dan Batozar karya Tere Liye
Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
1. Apakah ada di dunia ini seorang politikus dengan hati mulia dan niat lurus? Apakah masih ada seorang Gandhi? Seorang Nelson Mandela? Yang berteriak tentang moralitas di depan banyak orang, lantas semua orang berdiri rapat dibelakangnya, rela mati mendukung semua prinsip itu terwujud? Apakah masih ada? (Halaman . 111)
2. “…. bahwa bagi kami, politik tidak lebih adalah permainan terbesar dalam bisnis omong kosong, industri artifisial penuh kosmetik yang pernah ada di dunia.” (halaman 20)
3. “Aku selalu percaya padamu. Tidak sepantasnya aku menganggapmu tidak bisa menjaga diri sendiri. Hati-hati, Nak. Lakukan apa yang hendak kau lakukan. Kau benar, kita akan memenangi konvensi partai itu. Aku akan berdiri gagah menghadapi semua kejadian, apa pun manuver yang terjadi di sekitar. Apa pun harga yang harus kita bayar. Kau telah membuatku lebih berani, Nak.” (halaman 117)
4. “Anak muda yang tidak bisa mendengarkan cerita masa lalu leluhurnya, seperti kau ini Tommi, tidak sabaran, suka memotong kalimat, maka tidak akan pernah menang bertarung dengan anak muda lain yang begitu menghargai masa lalu orangtuanya, seperti Lee, cucu Chai Ten itu.” (Halaman . 129).
5. Siapa yang sebenarnya memiliki sebuah partai politik? Karena lihatlah, bukankah ada banyak partai politik di negeri ini yang tidak ubahnya seperti kerajaan. Pucuk pimpinannya adalah ratu, mewarisi kedudukan itu dari orangtuanya, dan orangtuanya mewariskan posisi itu ke anak-anaknya? Lantas orang-orang di sekitarnya adalah keluarga dekat, kerabat, sanak famili, yang bisa merangsek ke posisi penting tanpa harus susah payah meniti karir politik. Apa kata ratu, semua anggota harus dengar. Apa kata ratu, semua anggota harus tunduk. Omong kosong semua kongres, musyawarah, rapat, dan sebagainya. Omong kosong. Titah ratu adalah segalanya, di atas seluruh anggota partai. Ini membingungkan. Apakah partai itu sebuah kerajaan? Bukan lembaga paling demokratis di alam demokrasi? (halaman . 235)
6. Sama halnya dengan kehidupan, seluruh kejadian menyakitkan yang kita alami, semakin dalam dan menyedihkan rasanya, jika kita bisa bertahan, tidak hancur, kita akan tumbuh menjadi seseorang yang berkarakter laksana intan. Keras. Kokoh. Seperti jalan hidupmu. Orangtuamu dibakar, masa kanak-kanak dan remajamu penuh kesedihan, dibebani kenangan abu orangtua. Tapi lihatlah, kau menjadi seseorang yang begitu gagah, amat membanggakan. (Halaman . 357)
7. Jarak antara akhir yang baik dan akhir yang buruk dari semua cerita hari ini hanya dipisahkan oleh sesuatu yang kecil saja, yaitu kepedulian. Kepedualian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi bisa besar dampaknya pada masa mendatang. Apalagi jika kepedulian itu besar. (halaman 358).
Novel kedua ini merupakan representasi dunia politik Indonesia dengan segala carut-marutnya. Cover-nya dengan segala rupa manusia dengan tingkah polah monyet, menganalogikan bahwa dunia politik kita penuh dengan topeng dan segala kepura-puraan. Saya suka kedua buku sekuel dengan genre ekonomi dan politik ini.
Hal yang membuat saya selalu tertarik dan tidak bosan membaca buku-buku karya Tere Liye, salah satunya Tere Liye menyajikan buku dengan banyak genre. Dari puluhan buku yang sudah ditulisanya, berikut ini buku-buku Tere Liye yang sudah saya baca dan review:
NOVEL GENRE ANAK-ANAK & KELUARGA :
- Hafalan Solat Delisa,
- Moga Bunda Disayang Allah,
- Bidadari-Bidadari Surga recover dan retitle mrnjadi Dia adalah Kakakku,
- Eliana, recover dan retitle menjadi Si Anak Pemberani,
- Burlian, recover dan retitle menjadi Si Anak Spesial,
- Pukat, recover dan retitle menjadi Si Anak Pintar,
- Amelia,recover dan retitle menjadi Si Anak Kuat,
- Si Anak Cahaya
- Si Anak Badai,
GENRE ROMANCE :
- Berjuta Rasanya,
- Sepotong Hati Yang Baru,
- Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin,
- Sunset Bersama Rosie, recover dan retitle menjadiSunset dan Rosie,
- Aku Kau dan Sepucuk Angpau Merah,
GENRE FANTASY:
- Ayahku Bukan Pembohong,
- Sang Pengintai, recover dan retitle menjadi Harga Sebuah Percaya,
- Bumi,
- Bulan,
- Matahari,
- Bintang,
- Ceros & Batozar
- Komet
- Komet Minor
- Selena (unedited version),
- Nebula (unedited version)
GENRE POLITIK & EKONOMI:
GENRE ACTION:
Genre science and fiction bercampur romance, lingkungan hidup:
Genre Biografi tapi tidak pure lebih banyak unsur refleksi:
KUMPULAN PUISI:
KUMPULAN QUOTE:
GENRE SEJARAH:
GENRE BIOGRAFI
BUKU TERE LIYE Yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
Buku-Buku Serial Karya Tere Liye:
Happy reading! 😊
With Love ❤